Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Semenanjung Korea I Pakar: AS Gagal Giring Pyongyang untuk Penuhi Janjinya

Korea Utara Masih Jadi Ancaman Nuklir

Foto : AFP/Ahn Young-joon

Vincent Brooks

A   A   A   Pengaturan Font

Komandan pasukan AS di Korea mengatakan bahwa Korea Utara masih jadi ancaman nuklir. Pernyataan ini diutarakan karena belum ada kepastian apakah Pyongyang benar-benar telah menghentikan seluruh program nuklirnya.

WASHINGTON DC - Komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan (Korsel), Jenderal Vincent Brooks, dalam pidatonya di pertemuan keamanan nasional di Negara Bagian Colorado pada Sabtu (21/7) mengatakan bahwa masih perlu ditelaah kejujuran Korea Utara (Korut) terkait janji untuk meninggalkan kapabilitas nuklirnya.

Sambil memperlihatkan gambar-gambar mengenai penghancuran fasilitas uji coba nuklir di Punggye-ri pada Mei lalu, Brooks mengatakan bahwa pihak AS masih belum menerima kepastian apakah Korut juga telah menghentikan fasilitas pembuatan senjata nuklir dan berhenti untuk memproduksi bahan bakar nuklir.

"Korut masih mempertahankan kapabilitas nuklirnya yang bisa dipergunakan membuat senjata-senjata nuklir dan proses menufaktur senjata nuklir mereka perlu untuk terus diawasan secara ketat," kata Brooks.

Dalam kesepakatan bersama yang diteken pada pertemuan tingkat tinggi di Singapura pada 12 Juni lalu, pemimpin Korut, Kim Jong-un, menegaskan komitmen bagi denuklirisasi seutuhnya di Semenanjung Korea. Namun pada awal bulan ini, Kementerian Luar Negeri Korut mengkritik AS karena membuat tuntutan sepihak dan melakukan pemaksaan mirip gangster.

Perrnyatan Pyongyang itu dilontarkan setelah Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, selesai berkunjung ke Pyongyang dan melakukan pertemuan dengan petinggi Korut.

Akibat perbedaan pendapat antara AS dan Korut ini, menimbulkan keraguan dari komunitas internasional apakah janji denuklirisasi bakal benar-benar tercapai.

Perkuat Sanksi

Pada baagian lain diwartakan bahwa pemerintah AS telah mengajukan permintaan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar sanksi terhadap Korut diperkuat. Adapun alasan dari Washington DC adalah karena Pyongyang sulit untuk memberikan laporan perkembangan denuklirisasi setelah pertemuan antara Presiden AS, Donald Trump, dan pemimpin Korut, Kim Jong-un, telah melewati satu bulan lebih.

"Rincian aktual dari proses, termasuk bagaimana dan jadwal waktu bagi perlucutan program nuklir Korut, hingga saat ini masih belum dinegosiasikan," demikian pernyataan pemerintah AS.

Sebelumnya pemerintah AS menegaskan urgensi dari denuklirisasi yang artinya harus dimulai secepatnya. "Kami berharap bisa tercapai pada 2020, sebelum berakhir masa jabatan Presiden Trump," kata Menlu Pompeo.

Menurut pakar dari lembaga think tank Wilson Cente di Washington DC, bernama Abraham Denmark, denuklirisasi seutuhnya yang bisa diverifikasi akan membutuhkan waktu sekitar 15 tahun.

Sejauh ini, hasil konkret dari pertemuan AS-Korut yaitu penghentian uji coba nuklir dan misil balistik Korut dan penghentian sementara latihan militer AS dengan Korsel yang disebut Pyongyang sebagai upaya provokasi.

AFP/NHK/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top