Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Konsolidasi Tanah Vertikal Diharapkan Bisa Atasi Dampak Urbanisasi

Foto : Istimewa

Kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta Selatan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pembangunan perkotaan dan perumahan yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan dibutuhkan masyarakat. Pesatnya pembangunandi perkotaan telah memicu urbanisasi dan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal. Maka, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menawarkan solusi terkait dengan kebutuhan tanah bagi perkotaan dan perumahan yang merata. Sehingga bisa tercipta kawasan layak dan siap huni untuk masyarakat. Solusi itu lewat konsolidasi tanah.

Demikian diungkapkan Plt Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN, Ruminah, dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Senin (13/7). Menurut Ruminah, kepadatan penduduk perkotaan sangat tinggi. Ditambah tingkat urbanisasi yang tinggi. Ini mengakibatkan kebutuhan akan hunian meningkat.

Di lain sisi, suplai tanah sudah sangat terbatas. Ini yang kemudian menimbulkan harga tanah hunian di perkotaan semakin mahal dibandingkan tingkat pendapatan masyarakat. "Konsep Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) untuk masyarakat dapat menjadi salah satu kebijakan," ujarnya.

Namun, kata dia, tidak mudah memang untuk menerapkan KTV bagi masyarakat. Ada beberapa faktor yang bisa jadi kendala.Pertama, sulitnya mengubah konsep mindset pemikiran masyarakat. "Kita meyakinkan masyarakat untuk memberikan tanahnya untuk hal ini. Kedua, masyarakat sudah terbiasa hidup di hunian tapak, kemudian kita harus bisa mengubah budaya mereka untuk bersedia tinggal di hunian vertikal," katanya.

Ruminah juga menyoroti soal banyaknya pemukiman kumuh di perkotaan. Ini terjadi karena banyaknya pelanggaran tata ruang. Keberadaan permukiman kumuh tidak sesuai dengan tata ruang atau tidak berada pada kepemilikannya. Pemanfaatan dan penggunaan ruang perkotaan tidak dimanfaatkan secara efektif dan maksimal. Sehingga kebutuhan penyediaan lahan permukiman tidak dapat terpenuhi.

Chief Executive of Urbanice Malaysia, Norliza Hashim mengatakan hunian vertikal merupakan solusi untuk kebutuhan tempat tinggal pada wilayah dengan angka urbanisasi yang tinggi. Malaysiamengadaptasi solusi ini. "Ini merupakan solusi yang dapat mengurangi risiko untuk tata kelola perkotaan," kata Norliza.

Menurut Norliza, tanpa adanya dukungan berbagai pihak sulit untuk mewujudkan perkotaan dan perumahan yang layak huni. Atau kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana serta kota cerdas, berdaya saing dan berbasis teknologi (smart city) bagi masyarakat. Untuk itu kolaborasi sangat diperlukan baik itu dari lembaga maupun dari kalangan akademis.

Direktur Bina Penataan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti juga sependapat. Menurutnya, kolaborasi antar pihak sangat penting. Diharapkan dengan kolaborasi itu tercipta kemitraan dan sinergi lebih baik antara kementerian atau lembaga terkait dan dengan kalangan akademisi. "Kolaborasi ini sangat penting untuk pengembangan sektor tata kelola perkotaan dan infrastruktur di wilayah sekitar," katanya. ags/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top