Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pendidikan - Pemenuhan 8 Standar Nasional Pendidikan Harus Jadi Prioritas

Konsep Program Pendidikan Karakter Tidak Membumi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Poin penting dari Perpres Program Pendidikan Karakter hanya tidak ada kewajiban bagi sekolah menerapkan Sekolah Lima Hari.

JAKARTA - Konsep Program Pendidikan Karakter (PPK) yang ditawarkan pemerintah dinilai tidak membumi, mengawang-awang, dan tidak bermanfaat. Poin penting dari perpres ini hanya tidak ada kewajiban bagi sekolah menerapkan Sekolah Lima Hari. Penilaian tersebut disampaikan oleh Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Isti Handayani menanggapi keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter oleh Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Rabu (6/9).

Bahkan menurut Isti, idepemanfaatan kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) untuk mengoptimalisasi penambahan jam belajar siswa itu juga sangat tidak tepat. Ekstrakurikuler menurut Isti sangat sedikit kaitannya dengan pembentukan karakter. "Ekskul itu lebih banyak ke penajaman skill atau keterampilan, ekskul untuk mengisi penambahan 8 jam sekolah itu bukan hanya tidak tepat tapi itu konsep yang salah," tegasnya.

Ia menegaskan, Perpres PPK yang masih memuat soal poin sekolah lima hari di dalamnya, maka pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang berat untuk menyiapkan penerapannya. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus lebih banyak mendengar masukan para praktisi dari sekolah-sekolah yang program PPK-nya sudah berjalan dengan baik.

Sebab, PPK tidak sesederhana menambah jam pelajaran. FSGI sendiri, kata Isti, memiliki konsep PPK yang jauh dari apa yang ditawarkan pemerintah selama ini. PPK dalam konsep FSGI menjadikan kepala sekolah, guru, karyawan, dan orang tua sebagai role model. "Bahkan sekolah harus menggandeng erat ortu (orang tua siwa) dalam PPK karena peran penanaman karakter yang utama dan pertama ada pada orang tua," kata Isti.

Selain itu, kata Isti, ada empat permasalahan pendidikan yang akan menjadi pekerjaan rumah lain pemerintah. Pertama, adanya kesenjangan sarana prasarana pendidikan dan belum terpenuhinya standar nasional pendidikan di berbagai daerah. Kedua, guru berkualitas belum merata di seluruh Indonesia. Ketiga, pelatihan guru yang tidak terencana, tersistematis dan berkelanjutan. Terakhir, kekerasan di pendidikan yang semakin masif dan mengerikan.

Kebutuhan Guru

Presidium FSGI, Heru Purnomo menambahkan, salah satu yang menjadi catatan penting yang akan disampaikan FSGI adalah terkait pelatihan guru. Yakni pelatihan guru yang tidak berdasarkan analisis kebutuhan guru. Kemudian pelatihan yang tidak direncanakan secara sistematis, kurang pengawasan, dan tindak berkelanjutan.

"Pelatihan cenderung lebih bersifat teoritis, tidak praktikal, instruktur pelatihan banyak yang tidak mempunyai latar belakang guru sehingga tidak menguasai lapangan," tandasnya. Selain itu, lanjutnya, sebaran pelatihan juga tidak merata sehingga masih banyak guru yang hampir tidak pernah mendapatkan pelatihan.

"Peran kepala sekolah sebagai mentor bagi para guru juga belum banyak terlihat. Kepala sekolah lebih mementingkan tugas administrasi," jelas Isti. Menurut FSGI, pemerintah lebih baik berkosentrasi memenuhi 8 standar nasional pendidikan (SNP). Yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan.

"Itu lebih penting ketimbang membuat kebijakan sekolah lima hari tanpa mempertimbangkan kesiapan di lapangan," ujar Heru. Direktur Eksekutif Institute Education Reform Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen mengatakan, poin penting dari perpres tersebut adalah tidak ada kewajiban bagi sekolah menerapkan Sekolah Lima Hari untuk memperkuat pendidikan karakter siswa. cit/E-3

Komentar

Komentar
()

Top