Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rantai Pasok

Konflik Berkepanjangan Berpotensi Memicu Deglobalisasi

Foto : ISTIMEWA

MAHENDRA SIREGAR Wakil Menteri Luar Negeri - Ini akan melengkapi sistem pembayaran internasional berbasis dollar dan euro sehingga ada kemungkinan ke depan muncul langkah-langkah dedolarisasi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Konflik Russia dan Ukraina dalam jangka menengah panjang berpotensi memicu deglobalisasi karena negara-negara di dunia mulai sadar untuk tidak lagi mengandalkan rantai pasok global yang sebelumnya dianggap lebih efisien.

Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar, mengatakan perubahan sikap negara-negara dalam tatanan hubungan internasional itu karena sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya pada Russia akan menyadarkan mereka betapa sanksi yang sama bisa menimpa negara manapun ke depan. Apalagi, implikasi dari sanksi tersebut sangat berat karena bisa berdampak terhadap ketersediaan pangan dan energi.

"Dalam konteks itu, tentu masing-asing negara akan melihat kepada kemampuan secara nasional untuk melakukan proses produksi pangan itu sendiri, baik di dalam negeri maupun di kawasan," kata Mahendra dalam diskusi daring Konflik Russia- Ukraina: Sanksi Ekonomi dan Implikasi Global, Regional, dan Lokal, di Jakarta, Kamis (7/4).

Mahendra, yang baru saja terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan untuk memitigasi dan meminimalisir risiko dari pemblokiran Russia dalam sistem pembayaran SWIFT, diperkirakan akan muncul sistem-sistem pembayaran internasional dengan mata uang di luar dollar AS dan euro.

"Ini akan melengkapi sistem pembayaran internasional berbasis dollar dan euro sehingga ada kemungkinan ke depan muncul langkah-langkah dedolarisasi," jelas Mahendra.

SWIFT atau Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication adalah jaringan pengiriman pesan yang digunakan oleh bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengirim dan menerima informasi transaksi dengan cepat dan aman.

Perang Dingin

Selain konflik Russia-Ukraina, lanjut Mahendra, saat ini juga muncul perang dingin di bidang ekonomi atau economic cold war antara AS dan Tiongkok yang perlu diantisipasi. Hal ini penting karena bisa merugikan kepentingan Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas aktif, sehingga harus memilih dan berpihak pada salah satu negara. Meski demikian, perang dingin tersebut bisa juga memberikan keuntungan bagi Indonesia.

"Kita sebenarnya memiliki kesempatan cukup besar untuk me-leverage kondisi politik kita bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Mahendra.

Menanggapi potensi deglobalisasi, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan jika berkaca pada ancaman krisis akibat perang di Ukraina setiap pemerintahan mulai sadar bahwa kemandirian serta kedaulatan pangan dan energi mutlak dimiliki, terutama Indonesia.

"Inilah kelemahan dari konsep supply chain, persis sebuah rantai yang apabila satu saja mengalami masalah akan berakibat secara keseluruhan. Mencermati situasi yang demikian maka tetap menjaga stabilitas kemampuan sumber daya dalam negeri adalah hal yang tak dapat dihindari, sangat penting, dan perlu dikelola sebaik-baiknya," kata Bambang.

Menurut dia, apa pun yang namanya networking (jejaring) pasti akan memunculkan kebergantungan. "Di sinilah perlunya penyadaran diri bahwa ketersediaan pangan dan energi tidak bisa sepenuhnya disandarkan pada negara lain. Kita harus tetap juga dapat menciptakan ketersediaannya secara mandiri," tegas Bambang.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top