Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Prioritas Pembangunan I Selama Pandemi Sektor Pertanian Tetap Bertumbuh

Komitmen Memperkuat Ketahanan Pangan Masih Rendah

Foto : ANTARA/ABRIAWAN ABHE

KUDA ANGKUT HASIL PANEN I Petani membawa karung berisi gabah menggunakan kuda di Persawahan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (18/8). Sebagian besar petani yang menggunakan sistem bagi hasil di daerah tersebut memanfaatkan kuda untuk mengangkut hasil panen karena dinilai lebih hemat biaya serta mampu mengakses area pertanian yang sulit dijangkau.

A   A   A   Pengaturan Font

» Selama pandemi, banyak masyarakat yang menggantungkan pendapatannya dari jual beli hasil pertanian pangan.

» Peningkatan produksi menjadi sangat penting dilakukan menghadapi situasi sekarang yang penuh ketidakpastian.

JAKARTA - Peringatan Badan Pangan Dunia (FAO) soal ancaman kelaparan global yang direspons pemerintah ternyata tidak ditindaklanjuti dalam bentuk alokasi anggaran yang memadai untuk memperkuat ketahanan pangan.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022 yang disampaikan ke DPR, anggaran ketahanan pangan direncanakan hanya sebesar 76,9 triliun rupiah atau turun dibandingkan anggaran dalam APBN tahun ini sebesar 104 triliun rupiah. Bahkan, lebih rendah dibandingkan alokasi anggaran pada 2020 lalu yang tercatat sebesar 80 triliun rupiah.

Padahal selama pandemi, sektor pertanian khususnya pangan dan ekonomi perdesaan, menjadi salah satu tumpuan penting ketahanan pangan nasional dan katub pengaman penyerap lapangan pekerjaan saat mobilitas di kota terpaksa dibatasi karena peningkatan kasus positif Covid-19.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ali Agus, kepada Koran Jakarta, Rabu (18/8), mengatakan jika melihat komposisi RAPBN 2022, begitu banyak pertanyaan yang sangat mengganggu sehingga membingungkan publik akan strategi pemerintah keluar dari pandemi.

Anggaran kesehatan misalnya, tahun depan direncanakan sudah turun dari tahun ini bahkan kalah dari anggaran untuk infrastruktur. Tentu saja infrastruktur penting, tetapi pandemi membuat skala prioritas infrastruktur masih bisa ditunda di tahun-tahun mendatang.

"Begitu pula dengan anggaran ketahanan pangan. Saat terbukti jadi penopang utama kala pandemi, kenapa malah disunat anggarannya? Ini jadi bukti, betapa rendahnya komitmen pemerintah terhadap ketahanan pangan nasional," kata Ali.

Selama pandemi, menurut Ali, banyak sekali warga masyarakat yang menggantungkan pendapatannya dari jual beli hasil pertanian pangan sebagai kebutuhan pokok yang permintaannya relatif tidak terganggu selama pandemi.

Toko sembako menjamur, jual beli buah lokal di pasar daring juga tumbuh. Tenaga kerja yang karena kondisi jadi pengangguran di perkotaan, akhirnya pulang ke desa agar mampu bertahan hidup. Mereka bahkan berinvestasi kecil-kecilan di sektor peternakan dan perikanan.

"Harga pangan di desa murah, bisa memetik di lahan sendiri. Ini menopang benar selama pandemi," jelas Ali.

Pemerintah juga, jelasnya, perlu memperhitungkan kalau masalah perubahan iklim berpotensi mengganggu pasokan pangan dunia. Semestinya, faktor iklim tersebut memacu pemerintah untuk memperbaiki ketahanan pangan nasional.

"Apalagi, semua negara dalam keadaan sulit menghadapi perubahan iklim, jadi akan memikirkan perut rakyatnya sendiri-sendiri," papar Ali, yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Beberapa hari sebelum pidato kenegaraan, para pelaku di sektor pertanian, tambah Ali, sempat mendapat angin segar. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala itu sempat menyampaikan pentingnya mengonsumsi buah lokal.

"Pelaku pertanian merasa mendapat sinyal kalau pemerintah akan memperkuat pertanian pangan lokal. Ternyata tidak, malah sebaliknya. Ada apa ini?" tanya Ali.

Peningkatan Produksi

Secara terpisah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan peningkatan produksi menjadi hal yang sangat penting dilakukan menghadapi situasi sekarang yang penuh ketidakpastian.

Strategi peningkatan produksi itu dapat dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. "Peningkatan produksi juga terkait siapa yang melakukan. Selama ini, produksi pangan banyak dilakukan oleh petani terutama skala kecil," kata Said.

Keterlibatan perusahaan, baik BUMN maupun swasta murni bisa menjadi cara untuk mengungkit produksi. "Cara ini bisa memberikan keuntungan karena sumber daya yang dimiliki lebih banyak. Dengan demikian, peluang untuk meningkatkan produksi lebih besar," papar Said.

Namun demikian, anggaran pemerintah tentu diharapkan menjadi lokomotif utama yang mendorong sektor pertanian tumbuh bukan sekadar memperkuat ketahanan pangan, tapi idealnya mewujudkan swasembada pangan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top