Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Layanan Keuangan

Kolaborasi dengan "Fintech" Jadi Dasar Keanggotaan FATF

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kolaborasi pemerintah dengan penyedia jasa finansial berbasis teknologi (fintech) menjadi salah satu dasar penilaian bagi Indonesia sebagai anggota Financial Action Task Force (FATF). Karena itu, Indonesia diharapkan dapat masuk dalam keanggotaan FATF tahun ini.

"Kolaborasi pemerintah dengan pelaku usaha fintech menjadi penting sebagai salah satu penilaian apakah Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keamanan, dan pelaku fintech sudah comply dengan standar anti pencucian uang," kata Kepala Grup Departemen Kebijakan Sistem Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Dudi Dermawan, dalam konferensi pers tentang Indonesia Fintech Summit ke-4 yang dipantau di Jakarta, Senin (7/11).

Dia pun berharap Indonesia bisa menjadi anggota FATF pada 2022 ini, karena dari keseluruhan anggota G20, hanya Indonesia yang belum menjadi anggota FATF. Adapun BI telah memperketat aturan terkait Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), termasuk aturan untuk penyedia jasa finansial berbasis teknologi yang telah dimulai dari perizinan usaha.

"Jadi setiap teman yang mengajukan izin, misalnya akan menerbitkan dompet elektronik atau menjadi penyelenggara infrastruktur sistem pembayaran, mereka harus comply dengan ketentuan Peraturan BI yang sudah kita buat," katanya.

Terkait APU PPT, BI mewajibkan Penyedia Jasa Pembayaran (PHP) untuk patuh terhadap prinsip APU PPT, menyelenggarakan customer due diligence, mewajibkan pelaku usaha mengidentifikasi dan verifikasi data pengguna, melakukan pengawasan berbasis risiko, hingga mengenakan sanksi bagi pelanggar ketentuan BI. Bagi penyedia jasa keuangan yang tidak memenuhi ketentuan BI, mereka tidak akan mendapatkan perizinan berusaha.

"Saat FATF datang ke kita, mereka melihat kita sudah comply dengan ketentuan mereka. Saat update profil, saat akan transaksi, industri fintech dapat melihat siapa pengguna yang berkaitan dengan APU PPT," katanya.

Optimistis Tumbuh

Pada kesempatan sama, Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir, optimistis industri jasa finansial berbasis teknologi tetap bertumbuh pada 2023 di tengah ketidakpastian global, meskipun pendanaan kepada fintech diperkirakan berkurang.

"Kita bisa lihat semakin banyak masyarakat yang menggunakan fintech, inovasi juga bertambah, dan regulasi pemerintah turut mendukung pertumbuhan," katanya.

Hanya saja, menurutnya pendanaan kepada fintech akan melemah pada 2023 seiring dengan resesi yang diprediksi dialami sejumlah negara. "Dari sisi pendanaan global, pada 2023 akan menjadi waktu yang berat. Menurut saya, pada 2023 dan 2024 akan banyak ketidakpastian," katanya.

Ketidakpastian tersebut diperkirakan akan membuat penyedia jasa fintech akan menjaga cost dan melakukan efisiensi usaha demi tetap mencetak keuntungan. "Industri jadi memiliki kepentingan untuk bertumbuh secara positif dengan semakin cepat karena pendanaan secara global banyak berkurang," ujarnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top