Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peneliti Bidang Hubungan Internasional (CSIS) Indonesia, Fitriani, tentang Evaluasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia

Kita Harus Tetap Berpegang Teguh terhadap Landasan Politik Bebas Aktif

Foto : ISTIMEWA

Fitriani

A   A   A   Pengaturan Font

Kalau menurut saya, dia cukup deliver sesuai dengan janji kampanye tahun kemarin, tidak terlalu banyak untuk hubungan internasional. Yang menjadi kendala ketika memegang isu Islam seperti Palestina dan Rohingya. Tetapi masalahnya, kalau di ASEAN ada non-interference principle, jadi kita tidak bisa intervensi ke Myanmar, kita tidak boleh masuk, itu adalah ASEAN Way. Waktu kita ada masalah, misalnya kasus Timor Timur, ASEAN tidak menghujat kita, tapi kenapa sekarang jadi menghujat Myanmar. Yang kedua kita menginginkan adanya perdamaian yang sustain di Afganistan dan Pakistan. Tapi waktu kita ke sana, ternyata kita kesulitan karena isu gender, sementara Menlu kita kan perempuan.

Kemudian, bagaimana Anda melihat tantangan ke depannya?

Menurut saya, masih banyak pekerjaan rumah. Kalau kita lihat laporan kinerja, ada bebrapa yang masih kurang optimal, misalnya perlindungan WNI itu ada dua hal yang mengganjal. Kita tidak ingin ada hukuman mati, tetapi di Indonesia juga ada hukuman mati. Kemudian, yang kedua adalah kalau Mas bisa lihat, laporan tiap tahunnya itu ada persentase berapa kasus yang diselesaikan. Ada dua jenis kasus, kasus yang berat dan kasus yang tidak berat. Kalau berat hukuman mati, misalnya, di situ persentase capaian relatif kecil jika dibandingkan yang lain, karena keputusannya memang bukan hukum internasional, melainkan hukuman dari negara eksekutor. Sebagai contoh kasus terakhir ketika WNI di eksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi.

Kalau tantangan ekonomi?

Diplomasi ekonomi juga dapat menjadi tantangan, karena dengan adanya perang dagang saat ini dan adanya ketidakpastian dengan negara-negara besar, akhirnya Indonesia mencoba mengekspor ke pasar-pasar lainnya yang nontradisional seperti Afrika dan beberapa negara di Asia Selatan dan Amerika Latin, dalam hal ini kita lihat peningkatannya cukup tinggi dan itu udah berapa persen cukup besar. Nah, permasalahannya kalau kita lihat persentase berapa jumlah peningkatan dari awal kita melakukan dagang agak terlalu bombastis. Yang kedua, yang saya temukan adalah kesulitan dari Menlu untuk berkoordinasi dengan menteri lain karena banyak menteri terkait yang terkena reshuffle. Hal ini menjadi tantangan ke depan mengenai kesolidan kabinet agar negosiasi diplomasi ekonomi dapat berjalan lancar.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top