Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah Saroh Mencari Anaknya

Foto : KORAN JAKARTA/ PERI IRAWAN
A   A   A   Pengaturan Font

Empat lembar papan tulis dipenuhi daftar nama korban kerusuhan terpampang di depan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit (RS) Tarakan, Jakarta Pusat. Sebanyak 168 korban dibawa ambulans gawat darurat (AGD) ke rumah sakit ini dari beberapa lokasi. Ada korban dari Jalan MH Thamrin, kawasan Gambir dan juga kawasan Istana Negara.

Beberapa warga tampak serius membaca papan tulis itu satu per satu. Seolah tak bosan, mereka mengulangi lagi membaca. Memastikan apakah nama anggota keluarga ataupun kerabatnya ada di daftar korban.

Akibatnya, sesekali, satuan pengamanan (Satpam) setempat menghalau warga yang dianggap menghalangi akses bagi pengunjung rumah sakit ini.

Tidak ada aktivitas luar biasa di RS Tarakan pascakerusuhan (22/5). Beberapa ambulans yang tiba di depan IGD pun, hanya membawa pasien dengan penyakit umum. Ada yang hamil tua atau lansia dengan penyakit bawaan. Tidak ada lagi korban kerusuhan yang masuk ke RS Tarakan.

Di IGD RS Tarakan juga sudah tidak ada lagi korban kerusuhan. Sebagian besar mereka sudah diperbolehkan pulang setelah mendapat penanganan medis. Namun, 11 orang lain dengan luka serius harus mendapat perawatan lanjutan di ruang Bougenville dan Cempaka.

Pada Kamis (23/5) dini hari, salah satu korban meregang nyawa di RS Tarakan. Dia adalah Sandro, pria, 31 tahun yang meninggal setelah dirawat sejak (22/5). Dengan meninggalnya Sandro, jumlah korban tewas di RS Tarakan menjadi tiga orang.

Anak yang Hilang

Seorang laki-laki lanjut usia dari Kembangan, Jakarta Barat, sengaja mendatangi RS Tarakan untuk mencari anaknya. Saroh, 65 tahun, bersama putranya, Muhidin, memeriksa daftar korban yang tertera di papan tulis. Keduanya datang untuk mencari putra dan adik bungsunya yang diduga menjadi korban kerusuhan pada 22 Mei dini hari.

"Mau cari anak saya, Dian Mashur, umurnya 20-an. Dari rumah dia bilang mau pergi mengaji di pengajian. Tapi sampai sekarang dia belum pulang. Ya infonya sih, WA-an sama temennya, dia bilang lagi di lokasi, di petamburan (saat kerusuhan)," ucap Saroh di lobi IGD RSUD Tarakan, Kamis, (23/5)

Saroh mengatakan, Dian bekerja di tempat persewaan alat kemping dan memiliki kebiasaan mengaji bersama teman-temannya. Saat kerusuhan pun, ucapnya, Dian meminta izin untuk pergi mengaji. Kabar terakhir, ada pesan WhatsApp ke salah satu temannya yang menyebut bahwa Dian sedang berada di Petamburan, salah satu titik kerusuhan. Kabar itu didapat pada Rabu, pukul 10.00 WIB. Setelah itu, nomor anak Saroh ini tidak bisa lagi dihubungi hingga sekarang.

Wajah Saroh yang keriput semakin terlihat berkerut saat nama anaknya tak ditemukan di RS Tarakan. Dia mengaku khawatir atas keberadaan Dian, karena temannya yang mengajak Dian pun tak kunjung bisa dihubungi. Saroh mengaku akan terus mencari Dian, baik ke RS Pelni maupun ke Polda Metro Jaya.

Sejauh ini, pihak manajemen RS Tarakan belum memberikan keterangan resmi terkait korban kerusuhan. Pesan singkat yang dikirimkan ke Direktur RS Tarakan, Dian Ekowati pun tak berbalas. Begitupun dengan sambungan telepon yang ditujukan kepadanya, tidak direspons sedikit pun.

Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengungkapkan ada tambahan korban meninggal akibat kerusuhan 22 Mei. Menurutnya, ada 8 orang korban meninggal hingga saat ini. Di RS Tarakan, korban meninggal menjadi tiga orang, yakni Adam Nooryan, 19 tahun, Widianto Rizky Ramadan, 17 tahun, dan yang terbaru, Sandro, pria 31 tahun.

Korban meninggal lainnya adalah Farhan Syafero, pria 31 tahun, yang menghembuskan napas terakhir di RS Budi Kemuliaan, kemudian jenazahnya dirujuk ke RSCM. Ada juga M. Reyhan Fajari, 16 tahun yang meninggal di RSAL Mintoharjo. Lalu Abdul Ajiz, 27 tahun yang meninggal di RS Pelni, dan Bachtiar Alamsyah. Terakhir seorang pria tanpa identitas meninggal di RS Dharmais. peri irawan/P-6

Komentar

Komentar
()

Top