Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah Rifky yang Pernah Gagal UN saat SMA, Tahun ini Malah Jadi Satu-satunya WNI yang Lulus dari Harvard

Foto : Istimewa

Muhammad Rifky Wicaksono, dosen Fakultas Hukum (FH) UGM yang belum lama ini diwisuda dari program master hukum Harvard University.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Muda, menginspirasi, dan berprestasi. Itulah gambaran dari sosok Muhammad Rifky Wicaksono, dosen Fakultas Hukum (FH) UGM yang belum lama ini diwisuda dari programmaster hukumHarvard University.

Ia berhasil lulus dengan mengantongi dua penghargaan Dean's Scholar Prize karena mendapatkan nilai tertinggi untuk dua mata kuliah, yaitu Mediation dan International Commercial Arbitration. Ia juga mendapatkan predikat Honors untuk tesisnya yang merumuskan 'theory of harm' baru untuk hukum persaingan usaha Indonesia dalam menganalisis merger di pasar digital.

TahuniniRifky,begitu biasa ia disapa, menjadi satu-satunya orang Indonesia yang lulus dari programMaster of LawsHarvard Law School yang dikenal sebagai almamater mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama.

"Alhamdulillah, sangat bersyukur bisa menyelesaikan studi dalam waktu 10 bulan dan wisuda kemarin Mei," kata Rifky, Kamis (10/6).

Sebelumnya, pria kelahiran Yogyakarta 28 tahun silam ini jugaberhasil menjadi orang Indonesia pertama yang mendapatkan gelar Magister Jurisdari University of Oxford pada 2017 melalui beasiswa Jardine Foundation. Di kampus tersebut ia jugamengharumkan nama bangsa dengan meraih penghargaan Distinction yang merupakan predikat akademik tertinggi untuk studi master hukumnya.Sebuah pencapaian yang luar biasa dan tentunya melalu perjuangan yang tidak mudah menyabet dua gelar dari dua kampus terbaik dunia.

Namun siapa sangka dibalik pencapaian akademisnya saat ini ada kisah kegagalan saat menempuh studi. Putera tunggal pasangan Nur Iswanto, dan R.R. Rukmowati Brotodjojo, ini sempat gagal dalam Ujian Nasional saat SMA.

Rifky menceritakan saat itu ia terlalu terlena menyiapkan diri mengikuti lomba debat internasional.Rifky sadar bahwa kala itu ialengah untuk terus belajar, berjuang, dan bekerja kerasmempersiapkan Ujian Nasional.

"Gagal UN waktu itu menjadi salah satu titik balik kehidupan saya.Saya belajar bahwa kesuksesan tidak bisa instan dan hanya mengandalkan bakat; perjuangan kita saat menjalani proses itu ternyata lebih penting" tuturnya.

Ketidaklulusannya dalam ujian nasional SMA rupanya menjadi peringatan dari Tuhan untuk menyadarkan Rifky dalam memaknaiartikesuksesan. Ia akhirnya sadar jika bakat dan kecerdasan saja tidaklah cukup untuk menghantarkan pada kesuksesan.

"Bakat dan kecerdasan tidak cukup menjadikan seseorang sukses kalau tidak diasah. Tetap harus berjuang, bekerja keras,dan berdoa" tegasnya.

Belajar dari kejadian tersebut, menjadikan Rifky berjuang dan bekerja lebih keras. Alhasil, ia bisa masuk FH UGM pada tahun 2010. Selama menjalani studi di FH UGM ia pun berhasil menorehkan prestasi yang mengharumkan nama UGM dengan meraih penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi FH UGM 2012. Selain itu,bersama dengan tim mahasiswaFHUGMiaberhasilmenjadi juara nasional dan kemudian mewakili Indonesia pada lomba peradilan semu Phillip C Jessup International Law Moot Court Competition.Ia pun berhasil lulus dari FH UGM pada tahun 2014 dengan IPK yang nyaris sempurna yaitu 3,95.

Usai lulus ia diterima bekerja di firma hukum ternama di tanah air yakni Assegaf Hamzah and Partners.Setelah bekerjaselama satutahun,Rifkymemutuskan untuk kembali mengabdikan diri di alamamater tercinta menjadi asisten dosenkarena ia ingin berkontribusi dalam mendidik generasi masa depan FH UGM yang cemerlang dan berintegritas. Lalu di 2016 ia mencoba peruntungan mengikuti seleksi beasiswa Jardine Foundation yang berhasil mengahantarkannya menamatkan studi S2 di Oxford pada 2017.

Selepas lulus dari Oxford iamenjadidosentetapdi FH UGM dan pada 2020 memutuskan untuk kembali memperdalam ilmu dengan mendaftar S2 ke Harvard. Jalan untuk menembus Harvard tidaklah mudah begitupun memperoleh beasiswa, terlebih baginya yang sudah pernah S2. Umumnya bantuan beasiswa hanya diberikan bagi mereka yang belum pernah mengambil studi S2. Namun kondisi tersebut tidak mematahkan asa Rifky untuk terus berusaha.

Hasil tak pernah mengkhianati usaha. Belajar dari kegagalannyanya dulu, ia dengan gigihmengejarmimpinya. Akhirnya, ia pun berhasil memperoleh beasiswa pendidikan dari Harvard.

"Akhirnya saya bisa kuliah dan lulus dari Harvard, tapi belum pernah menginjakkan kaki di sana. Gelarnya dari Harvard, tetapi kuliah dari rumah di Maguwoharjo Sleman," tuturnya sembari tertawa.

Situasi saat itu memang dunia dihadapkan dengan pandemi Covdi-19. Kondisi tersebut memaksa sebagian besar kampus di dunia menutup kuliah tatap muka dan diganti secara daring, termasuk Harvard.

Suami Intan Aisha HumairahRizquhadan ayah dari M. Rashid Salahuddin Wicaksono ini mengaku ada tantangan tersendiri melakukan perkuliahan secara daring. Hal terberat yang dirasakannya adalah adanya perbedaan waktu yang cukup besar antara Indonesia dan Amerika sekitar 11-12 jam. Oleh sebab itu mau tidak mau ia harus menyesuaiakan diri mengikuti waktu perkuliahan di Amerika.

"Misal kalau ada jadwal kuliah pagi jam10, di sini waktunya jam9malam dan kalau kuliah sore jam 5 ya disini jam 4 pagi. Ini tantangan yang luar biasa karenaharus bergelut dengan perbedaan waktu yang mengubah drastis pola kerja dan tidur," papar penghobi tenis ini.

Selain itu, ia mengatakan beban kuliah di Harvard juga cukup tinggi. Ia mencontohkan, untuk bacaan wajib mahasiswa setiap minggunya sekitar 300-400 halaman. Namun, dengan pengalaman sebelumnya yang diperoleh saat menempuh studi di Oxford sangatlah membantu.

"Menantangnya kalau sekarang adalah bagaimana menyeimbangkan dengan peran sebagai suami dan ayah, berbeda saat dulu di Oxford masihsingle,"katanya.

Kisah Rifky dalam menggapai impian untuk mewujdukan mimpi masa kecilnya bisa kuliah di kampus top dunia memang tidak mudah. Namun, nyatanya ia yang sempat gagal UN SMA bisa mewujudkannya. Bahkan kini ia telah menyimpan surat penerimaan di program S3 HukumdiUniversity of Oxforduntuk meneliti lebih jauh tentang penerapan hukum persaingan usaha di era ekonomi digital dan dampak ekosistem digital terhadap persaingan. Jika tidak ada kendala, ia akan memulai perkuliahaan pada bulan September 2021 mendatang.Setelah menyelesaikan pendidikan doktoralnya, ia berharap dapat berkontribusi terhadap pembaruan hukum persaingan usaha di Indonesia.

Karenanya ia berpesan kepada generasi muda untuk berani bermimpi dan tidak takut menghadapi kegagalan. Sebab dari kegagalan justru bisa banyak belajar menjadi lebih baik.

"Kegagalan bukan musuh kita. Musuh sebenarnya adalah ketakutan atas kegagalan karena ketakutan itu yang membuat kita takut bermimpi. Maka beranilah bermimpi sebab kemajuan bangsa kita bergantung pada orang-orang dengan mimpi besar dan rela jatuh bangun untuk mewujudkan mimpi mereka," urainya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top