Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kisah 5 Kru Asia Cargo Airlines yang Berhasil Keluar dari Sudan

Foto : ISTIMEWA

CEO Asia Cargo Airlines, Zack Isaak (tengah) saat memberikan sambutan pada acara malam penyambutan oleh direksi dan rekan-rekan Asia Cargo Airlines (ACA) pada Kamis (4/5) di Jimbaran Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Lima warga negara Indonesia (WNI) yang merupakan kru pesawat kargo Asia Cargo Airlines (ACA) akhirnya bisa pulang dengan selamat setelah berhari-hari terjebak dalam zona perang saudara di Sudan.

Mereka sangat bersyukur bisa selamat sampai Indonesia hingga pada akhirnya diapresiasi dalam malam penyambutan oleh direksi dan rekan-rekan Asia Cargo Airlines (ACA) pada Kamis (4/5) malam kemarin di Jimbaran Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

Dalam acara malam penyambutan, Capt. Muhammad Nizar yang merupakan kapten pesawat kargo ACA mengisahkan perjalanannya dan empat orang kru lain bertahan hidup di Sudan sampai akhirnya bisa dipulangkan ke Tanah Air.

Nizar bercerita, kelima kru pesawat awalnya tiba di Bandar Udara Internasional Khartoum pada tanggal 15 April 2023 lalu.

Pesawat masih kosong, karena sedianya akan mengangkut sejumlah logistik dari negara di timur laut benua Afrika tersebut. Setibanya di bandara tersebut, Nizar dan para kru pesawat belum menyadari bahwa Sudan, terutama di ibu kota Khartoum, sedang dilanda perang antarmiliter.

"Kita baru masuk (bandara) sekitar jam 4.30 WIB pagi di 15 April, hari Sabtu. Kejadian itu terjadi jam 9 pagi di hari yang sama, itu masih kita belum antisipasi kalau itu adalah perang," ucap Nizar.

Para kru pesawat ACA baru menyadari adanya peperangan ketika tiba di hotel. Pada saat mereka menginap di Coral Hotel yang berjarak sekitar 9 kilometer dari bandara, suara rentetan tembakan terus terdengar. Desing peluru, ledakan bom, hingga suara benturan benda keras terus terdengar sampai ke hotel.

Situasi mencekam itu membuat Nizar dan para kru akhirnya berupaya menghubungi kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sudan guna menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Pada saat itu suaranya lebih dahsyat daripada petasan, ini bom, tank-tank, sama senjata berat itupun kita mulai khawatir dan mulai telepon ke KBRI, untuk bertanya apakah ini aman sekadar demo atau apa," kata Nizar.

"Ternyata dari KBRI bilang kalau itu adalah perang antara militer dan militer jadi tidak bisa dianggap ringan," sambungnya.

Di tengah kecemasan, para kru hanya bisa bertahan di lantai 7 Coral Hotel sambil memikirkan bagaimana caranya bisa keluar dari hunian tersebut. Pasalnya, beberapa hari berturut-turut perang belum juga selesai.

Bahkan, tembakan-tembakan peluru dari militer yang berseteru di Khartoum pun tampak berterbangan sampai terlihat dari lantai 7 tempat para kru menginap.
Di beberapa kesempatan, banyak peluru yang sampai terlepas sampai ke dalam lobby hotel.

"Stay di hotel sudah tidak memungkinkan lagi, karena beberapa peluru sudah menembus ke lobby, dan kaca-kaca sudah mulai pecah, fasilitas hotel sudah mulai berkurang, stafnya sendiri pun evakuasi sendiri. Semakin mencekam di sana," katanya.

Setelah delapan hari terjebak di dalam hotel, pada tanggal 23 April 2023 para kru fokus melakukan upaya evakuasi mandiri.
Evakuasi mandiri terpaksa menjadi opsi terakhir karena pihak KBRI Sudan pun sudah tak mampu mengirimkan orang untuk menjemput Nizar beserta keempat kru lainnya.

Berbagai rencana dipikirkan, terutama untuk bisa keluar dari kota Khartoum yang memang menjadi pusat zona perang antara tentara Sudan melawan kelompok paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF).

Setelah memikirkan situasi dan kondisi di sekitar hotel, Nizar dan para kru akhirnya memutuskan mencari sopir taksi yang paham jalan tikus untuk sampai ke terminal bus di Omdurman.

"Perjalanan tidak ada taksi dan KBRI tidak bisa menjemput kita, itupun ketemu tentara Sudan dan tentara RSF-nya sampai akhirnya terjebak di tengah peperangan," kata Nizar.

"Begitu kita siapkan plan, ternyata plan pun tidak berjalan mulus karena tidak ada bus yang, dan kita akhirnya ada taksi yang ke stasiun bus. Stasiun bus itu sekitar 30 menit dari hotel," paparnya.

Sampai lah di tanggal 25 April, di mana pada akhirnya Nizar dan rekan sejawat bertemu dengan sopir taksi yang mengaku sangat paham rute paling aman menuju ke Omdurman.

Biaya yang sangat mahal untuk perjalanan sekitar 30 menit dari Khartoum ke Omdurman lewat jalan tikus pun sudah tak lagi dipikirkan Nizar dan para kru.
Tak apa keluar biaya mahal, yang penting sampai dengan selamat.

Asal tahu saja, menurut Nizar tarif perjalanan taksi dari Khartoum ke Omdurman umumnya seharga 1.000 Pound Sudan atau senilai Rp 25.000 hingga yang termahal 10.000 Pound Sudan yang setara Rp 250.000.

Namun, pada saat itu sopir taksi meminta bayaran fantastis, di mana setiap kru diminta 100 dolar AS atau senilai Rp 1.468.000 juta.
Artinya, perjalanan menggunakan taksi dari Hotel Coral ke terminal bus yang menghabiskan waktu 30 menit seharga Rp 7.340.000.

Perjalanan menembus zona perang pun dimulai. Dengan mobil taksi yang kondisinya tak lagi prima, Nizar dan para kru akhirnya diantar menuju ke terminal bus Omdurman.
Perjalanan yang hanya memakan waktu sekitar 30 menit ini berlangsung menegangkan.

Pemandangan di sepanjang jalan sangat mencekam, di mana banyak bangunan rusak, mobil hancur, dan beberapa mayat digotong.
Tak cuma itu, taksi yang mengangkut Nizar dan para kru juga harus melewati beberapa pos pemeriksaan tentara Sudan.

Untungnya, saat itu sopir taksi cukup cerdik dengan menyampaikan ke tentara yang memberhentikan bahwa Nizar dan empat kru pesawat kargo ACA adalah kerabatnya.

"Akhirnya dengan keterampilan sopir taksi kita bisa ke stasiun bus," kata Nizar.

Sesampainya di Omdurman, Nizar mencari bus yang bisa mengarah langsung ke Port Sudan.

Port Sudan adalah pelabuhan tempat evakuasi para WNI untuk menuju ke Jeddah, Arab Saudi, sebelum dipulangkan ke Indonesia.

Sayangnya, di tengah kondisi peperangan, dari Omdurman tidak ada bus yang langsung mau ke Port Sudan.

Nizar bersama para kru pun akhirnya melewati perjalanan darat lanjutan ke Madani untuk kemudian pada tanggal 29 tiba di Port Sudan.

"Itu pertolongan dari Allah SWT, kita ke Madani, dengan susah payah akhirnya dapat bus kita dibantu agent di sana, beberapa temannya membantu kita mendapatkan bus," kata Nizar.

Tepat pada tanggal 30 April, Nizar dan para kru bersama ratusan WNI lainnya akhirnya dipulangkan dari Arab Saudi menggunakan pesawat militer. Nizar dan para kru pun sampai dengan selamat di Indonesia pada tanggal 1 Mei 2023.

"Ini benar-benar melegakan ya, ini sungguh kuasa Allah SWT kita akhirnya bisa pulang dengan selamat," tandasnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top