Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Wawancara Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adji Soal Polusi Udara

Ketika Langit Ibu Kota Tidak Ramah Lingkungan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Usai Libur Hari Raya Idul Fitri atau lebaran, media sosial diramaikan dengan foto langit Jakarta sebelum dan sesudah lebaran. Foto yang diunggah salah satu warga Jakarta ini memperlihatkan perbedaan langit Jakarta.

Sebelum musim liburan atau H-1, kondisi langit Jakarta terlihat butek atau abu-abu kecoklatan.

Untuk mengetahui lebih lanjut akan hal ini, reporter Koran Jakarta, Peri Irawan mewawancarai Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adji, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:

Sebenarnya, bagaimana kualitas udara di Jakarta?

Hasil penelitian greenpeace Indonesia, bahwa kualitas udara Jakarta tidak memenuhi standar. Karena berdasarkan standar WHO (World Health Organization) itu 25 mikron/mm. Kita masih di atas itu. Salah satu penyebab juga, acuan kita masih pakai partikulat matress (PM) . Kita masih gunakan PM 10, sedangkan greenpeace dan Eropa sudah menggunakan PM 2,5. Jadi, partikelnya lebih kecil lagi.

Apa penyebabnya udara Jakarta berpolutan?

Partikel di udara ini, salah satu penyebabnya adalah emisi karbon dari kendaraan bermotor, dari cerobong asap pabrik-pabrik industri, juga dari penggunaan elektrik gedung-gedung seperti AC, dan lain-lain. Itu yang membuat udara Jakarta belum memenuhi standar. Bahkan kita termasuk kota terpolutan di dunia.

Apa upaya mengurangi itu?

Upaya kita, Jakarta ini lagi banyak membangun taman dan RPTRA. Itu bagus, agar lebih banyak menyerap karbondioksida. Kedua, Dinas Lingkungan Hidup telah melakukan uji emisi terhadap truk sampah kita. Juga kendaraan staff dinas melakukan uji emisi serupa.

Berapa kendaraan yang telah melakukam uji emisi?

Kalau saat ini, kita baru lakukan uji emisi baru 50-100 ribu kendaraan. Padahal jumlah kendaraan di Jakarta bisa mencapai 4,5 juta. Kalau semua perusahaan, semua kantor, kementerian bisa mandiri melakukan uji emisi, kualitas udara di Jakarta bisa terjaga.

Adakah upaya lainnya?

Kami juga sedang berupaya ingin mengalihkan BBM ke BBG. Kita juga menyayangkan ada armada Transjakarta yang kembali ke solar. Padahal, sudah dari dulu mereka menggunakan BBG. Tapi, ada kendaraan baru malah kembali ke solar. Ini kan menyumbang angka polutan udara di Jakarta. Ke depan, truk sampah dan kendaraan dinas Lingkungan Hidup juga akan beralih ke BBG.

Bagaimana dengan ketersediaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)?

Memang, SPBG di Jakarta belum terlalu banyak. SPBG ini baru dikelola Jakarta Propertindo. Baru ada 4 atau 5 titik saja. Katanya akan ditambah sampai 10 titik. Bayangkan saja, kalau semua kendaraan operasional dinas di Jakarta mengganti BBG, ternyata SPBG sedikit, bisa jadi masalah baru.

Saya mengusulkan agar nanti setiap SPBU ditambah nozel SPBG-nya. Alhamdulillah, Menteri ESDM ingin menerapkan itu. Sehingga kita yidak mengandalkan SPBG - nya Jakpro. Kalau cuma bikin 10 titik, bisa kedodoran juga. Bagusnya, setiap SPBU itu memiliki satu nozel dan tangki khusus BBG.

Berarti, semua kendaraan harus beralih ke BBG?

Saya lagi meminta kepada PGN, atau mungkin Kementerian ESDM, jika ada program conventer kit, saya minta deh alat-alatnya mungkin 500 atau 1000. Saya ingin mengganti kopaja, metromini, mikrolet dengan BBG. Karena dengan BBG ini, memiliki nilai ekonomis tinggi. Sehingga, keuntungan diperoleh supir lebih banyak ketika menggunakan BBG.

Apa target Anda ke depannya, terkait perbaikan kualitas udara Jakarta?

Saya agak sulit menentukan targetnya. Kita bisa melakukan revolusi besar-besaran kalau semua perusahaan berinisiatif mengganti BBG. Kendaraan operasional pemda saja, jangan dulu mobil pribadi. Saat ini, kita ada lima stasiun pemantau kualitas udara. Jadi, nanti kalai banyak mengganti BBG, banyak taman, RPTRA, kita bisa bandingkan kondisi sebelumnya dengan saat kita sudah melakukan upaya ini. P-5


Redaktur : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top