Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Krisis - IMF Percepat Pencairan Utang untuk Argentina

Ketidakpastian Global Naik, Aliran Modal Bakal Seret

Foto : koran jakarta/ ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Seretnya aliran modal bakal menyulitkan rencana pemerintah memperbaiki CAD.

>>Perlambatan ekonomi Tiongkok menghantui pertumbuhan ekonomi Indonesia.

JAKARTA - Ketidakpastian global termasuk krisis ekonomi di Turki dan kemungkinan akan disusul Argentina, dinilai akan berdampak besar bagi negara berkembang lain, seperti Indonesia.

Dampak yang bakal muncul adalah kesulitan mendapatkan modal asing. Sebab, kondisi Indonesia akan dianggap sama dengan negara seperti Turki dan Argentina.

Bagi Indonesia, seretnya aliran modal tersebut bakal menyulitkan rencana pemerintah untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang menjadi persoalan utama ekonomi Indonesia saat ini.

"Sekarang ada Argentina, kita sudah prediksi ini gantian saja, tapi itu hal yang lumrah di negara berkembang, tapi seberapa parah pengaruhi Indonesia," kata ekonom senior Bank Mandiri, Andry Asmoro, di Jakarta, Kamis (30/8).

"Sekarang dari Turki impact- nya dari perdagangan tidak besar, tetapi pada financial market, melalui aliran modal, capital flow itu," sambung dia.

Menurut Andry, CAD Indonesia saat ini yang sekitar 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) masih bisa dikatakan sehat. Namun, yang dikhawatirkan adalah terkait dengan pendanaan di neraca transaksi berjalan itu sendiri.

"Dibanding negara berkembang lainnya, Indonesia masih baik. Kalau dilihat rank-nya di antara negara lain, kita di 7 dari top 10," ungkap dia. Sepanjang 2017, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan 1,7 persen dari PDB.

Sementara itu, negara berkembang lainnya yang mengalami defisit, antara lain Argentina 4,8 persen, India 1,9 persen, Brasil 0,48 persen, Filipina 0,8 persen, Turki 5,5 persen, dan Afrika Selatan 2,5 persen.

"Sentimen itu membuat Indonesia dikategorikan sama dengan negara berkembang lainnya yang sedang mengalami defisit transaksi berjalan," ujar Andry.

Terkait dengan kondisi Argentina, Dana Moneter Internasional (IMF) mengaku tengah mempelajari permintaan percepatan bantuan senilai 50 miliar dollar AS dari Argentina, setelah mata uang negara Amerika Latin itu jatuh.

Peso Argentina merosot 7 persen pada Rabu (29/8) dan ditutup di level 34,1 per dollar AS, yang merupakan rekor terendah. Peso Argentina sudah tertekan lebih dari 45,3 persen terhadap dollar AS sejak awal 2018.

Ekonomi terbesar ketiga di Amerika Selatan itu sudah mengajukan bantuan pinjaman ke IMF pada awal tahun ini. Pemerintah Argentina juga berkomitmen mempercepat rencana pemangkasan defisit fiskal.

"Kami telah sepakat dengan IMF untuk mempercepat pencairan dana yang dibutuhkan untuk menjamin berjalannya program finansial tahun depan," ujar Presiden Argentina, Mauricio Macri, Kamis.

Belum Stabil

Ekonom Indef, Eko Listiyanto, mengatakan perkembangan ekonomi global yang tidak kunjung stabil masih akan terus membayangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bahkan, perekonomian Indonesia bisa goyah jika krisis di negera berkembang, seperti di Tiongkok, Venezuela, Argentina, dan Turki menghambat aliran dana asing.

"Pada akhirnya, investor global akan menahan diri untuk masuk ke negara berkembang. Sebab, persoalan di Turki belum selesai. Venezuela juga akut permasalahannya.

Termasuk Argentina juga punya sejarah buruk dalam pengelolaan utang dan banyak investor yang meninggalkan negara itu," jelas dia.

Menurut Eko, tantangan untuk menarik modal asing masuk atau mengundang investor langsung melalui foreign direct investment (FDI) ke Indonesia akan makin berat.

"Fundamental current account kita defisit. Ini yang membuat upaya untuk spekulasi mata uang pasti masih terjadi," kata dia.

Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah bersama mayoritas mata uang di Asia pada perdagangan Kamis, seiring memanasnya tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Mata uang RI itu terkikis 35 poin atau 0,24 persen di level 14.680 rupiah per dollar AS. Kepala ekonom Bank Mandiri, Anton Gunawan, mengatakan perlambatan ekonomi Tiongkok akan menjadi salah satu faktor yang akan menghantui pertumbuhan di Tanah Air.

Kendati sudah tumbuh lebih baik dari proyeksi, kondisi di Negeri Tirai Bambu diprediksi masih akan tetap melambat. "Tiongkok diproyeksikan masih melemah.

Setiap satu persen pelemahan di Tiongkok, pertumbuhan di Indonesia juga akan tergerus 0,09 persen. Kalau seharusnya kita tumbuh 6 persen, tetapi ternyata di Tiongkok melemah satu persen saja, kita jadi 5,91 persen," jelas Anton. ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top