Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
World Water Forum - Pemerintah Membiarkan Industri Ekstraktif Tambang yang Tak Indahkan Lingkungan

Ketersediaan dan Keandalan Air Akan Terganggu Jika Alam Rusak

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Rencana tara ruang dan tata wilayah harus terintegrasi huluhilir tidak bisa dipenggal-penggal berdasarkan administratif pemerintahan.

JAKARTA - World Water Forum ke-10 telah merumuskan prioritas di empat kawasan yang mencakup kawasan Asia-Pasifik, Mediterania, Amerika, dan Afrika. Masing-masing koordinator kawasan itu bertemu untuk berdiskusi menyusun dan mengidentifikasi prioritas langkah terkait dengan krisis air pada tingkat lokal dan regional.

Presiden World Water Council (WWC), Loic Fauchon, di Badung, Bali mengatakan semangat kolaborasi tidak hanya menjadi fondasi yang kuat untuk masa depan (pengelolaan air) yang berkesinambungan, tetapi juga memainkan peran yang krusial dalam kesuksesan (pengelolaan air) dari masing-masing region.

Sebagai pembicara dalam sesi itu, Presiden Mediterranean Water Institute (IME) Alain Meyssonnier, CEO of Sabesp Benedito Braga, Executive Secretary of African Ministers' Council on Water (AMCOW) Rashid Mbaziira, Chair of Governing Council Asia-Pacific Water Forum (APWF) Changhua Wu, dan Eelco Van Beek dari Asian Development Bank (ADB).

Seluruh sesi proses regional, kata Loic, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk berkolaborasi dan mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah air di masing-masing kawasan, maupun antarkawasan yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

Dalam World Water Forum ke-10 telah menghasilkan empat poin Deklarasi Menteri yang disahkan. Deklarasi tersebut dihadiri 106 negara dan 27 organisasi internasional.

Guru Besar Teknik Irigasi Univeristas Gadjah Mada (UGM), Sigit Supadmo Arif, mengatakan meskipun air termasuk dalam sumber daya alam terbarukan, tapi jika alam rusak maka ketersediaan dan keandalannya akan terganggu.

Dia pun mempertanyakan, kenapa pemerintah selama ini membiarkan industri ekstraktif tambang yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan. Pemerintah juga malah mendorong tumbuhnya perkebunan sawit yang rakus air dan hara hingga sawit begitu berlebihan menguasai Sumatera dan Kalimantan.

"Kebakaran hutan juga belum ada solusi permanen. Jadi, kita pertanyakan komitmen pemerintah dalam menjaga sumber daya air," tandas Sigit.

Dalam kesempatan lain, peneliti Lingkungan Hidup SLC, Hafidz Arfandi, mengatakan kunci utama menjaga ketahanan air adalah komitmen menjaga rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang konsisten mempertahankan daya dukung air.

Keberlanjutan ekosistem air, katanya, berkaitan erat dengan ekosistem sekitar seperti daerah tangkapan air hingga ekosistem di sepanjang hulu-hilir.

Rencana tara ruang dan tata wilayah harus terintegrasi hulu-hilir tidak bisa dipenggal-penggal berdasarkan administratif pemerintahan, konteks di Indonesia kewenangan tata ruang yang menyangkut ekosistem harus terintegrasi mengikuti daerah alirah sungai lintas kabupaten/ kota bahkan provinsi, tetapi ada juga yang perlu kordinasi lintas negara seperti DAS Sembakung di perbatasan Indonesia-Malaysia.

Krisis Air

Pakar kebijakan publik sekaligus Wakil Rektor Tiga, Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan air adalah kebutuhan mutlak bagi setiap orang sehingga sudah semestinya semua pihak bersinergi untuk mengatasi berbagai masalah yang berpotensi menjadi penyebab krisis air.

"Air menjadi kebutuhan pokok tidak hanya bagi masyarakat, namun juga ternak dan pertanian, sehingga krisis air implikasinya sangat luas, bisa berdampak pada kesehatan dan ekonomi. Sudah seharusnya semua stakeholders bersinergi untuk mengantisipasi ancaman krisis air.

"Masing-masing pemerintah daerah harus menginventaris masalah dan potensi wilayahnya, dan para ahli lingkungan memberi masukan. Setelah itu, dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam mengeksekusi rekomendasi para ahli soal langkah-langkah yang harus diambil," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, mengatakan dalam Centre of Excellence (CoE) saat World Water Forum ke-10 tahun 2024, pemerintah Indonesia mengusulkan adanya skema dana abadi untuk pembiayaan proyek sumber daya air.

"Jadi, dana abadi untuk kebutuhan biaya pemeliharaan infrastruktur sumber daya air dan juga untuk menjaga konservasi di hulu bisa terjaga dengan baik karena semuanya tentu membutuhkan biaya.

Dana abadi air itu akan diinvestasikan dan hasilnya digunakan untuk pemeliharaan aset infrastruktur air. Skema itu sudah diterapkan pada dana abadi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan tabungan perumahan rakyat (Tapera).


Redaktur : Eko S
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top