Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Revisi KUHP

Ketentuan Pengulangan Pidana di RKUHP Dikritik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengkritik ketentuan pengulangan pidana yang masuk dalam Rancangan KUHP. Ketentuan itu berpotensi memperburuk overcrowding di Indonesia. Pemerintah dan DPR didesak meninjau ulang ketentuan pengulangan tindak pidana. "Ketentuan pemberatan bagi pengulangan tindak pidana di dalam RKUHP, yang tidak lagi menggunakan mekanisme pengelompokkan tindak pidana, berpotensi memperburuk masalah overcrowding di Indonesia," kata Anggara wakil aliansi yang juga Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) di Jakarta, Selasa (7/8). Anggara menyayangkan masuknya ketentuan tersebut.

Padahal RKUHP digadang-gadang oleh Tim Perumus sebagai salah satu solusi dari permasalahan overcrowding di Indonesia. Seperti diketahui dalam draf RKUHP versi 28 Mei 2018, ketentuan mengenai pengulangan tindak pidana dimuat dalam Pasal 24 Bab II Buku I. "Ketentuan itu berbunyi: Pengulangan tindak pidana terjadi jika seseorang melakukan tindak pidana kembali (a) dalam waktu 5 tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan atau (b) pada waktu melakukan tndak pidana, kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa," tuturnya.

Menurut Anggara, pengulangan tindak pidana merupakan salah satu faktor yang dapat memperberat pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 64 RKUHP dan Pasal 65 RKUHP, pengulangan tindak pidana dapat memperberat pidana sebesar 1/3 dari maksimum ancaman pidana. Artinya, jika suatu tindak pidana pada keadaan normal diancam dengan pidana penjara maksimum 3 bulan, maka dengan ketentuan pemberatan karena adanya pengulangan, ancaman pidana penjara maksimum adalah 3 bulan ditambah 1/3 3 bulan atau bertambah 4 bulan.

"Ketentuan pemberatan pidana karena faktor pengulangan ini sebenarnya sudah dikenal di dalam Pasal 486 hingga Pasal 488 KUHP. Dalam KUHP, seseorang dikatakan melakukan pengulangan tindak pidana apabila mengulangi tindak pidana yang sama-sama berada di dalam satu kategori tindak pidana tertentu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam ketentuan Pasal 486 hingga Pasal 488," urai Anggara.

Namun di dalam konsep RKUHP, katanya, karena adanya perubahan struktur yang menghilangkan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran, maka berdasarkan ketentuan Pasal 24 RKUHP, seseorang yang melakukan pengulangan pelanggaran pun dapat dikenai pemberatan tindak pidana. Peneliti ICJR, Maidina menambahkan ketentuan ini bila diperhatikan memiliki kemiripan dengan aturan Three Strikes Law yang dikenal di California.
Halaman Selanjutnya....

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top