Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ketahui Gejala dan Risiko Penyakit Jantung Bawaan

Foto : Istimewa.

Ilustrasi-Penyakit Jantung Bawaan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Salah satu penyakit jantung yang diderita masyarakat adalah penyakit jantung bawaan (PJB). Penyakit ini berupa kelainan struktur jantung yang ditemukan sejak lahir akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.

"Insiden kejadian PJB antara 8-10 per 1000 kelahiran hidup, 30 persen ditemukan pada bulanpertama kehidupan," kata dokter pesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Oktavia Lilyasari, SpJP (K), FIHA, dalam konferensi pers virtual dengan tema Cardiovascular Medicine in 2022 and Beyond: Adaptive, Personalized and Evidence Based, Kamis (22/9).

Sebesar 50 persen bayi lahir dengan PJB meninggal pada bulan pertama kehidupan. Sedangkan di negara berkembang 85,1 persen bayi meninggal kelainan tersebut karena keterlambatan diagnosis. Bayi dengan PJB sulit dikenali karena kulitnya tidak berwarna biru dan ini terjadi pada 65,3 persen dari mereka.

Di Indonesia sendiri, kata dr Oktavia PJB berkontribusi pada angka kematian bayi yang cukup tinggi. Diperkirakan sebanyak 80 ribu bayi lahir dengan PJB per tahun di kerana kelainan tersebut.

"Di rumah sakit Jantung Harapan Kita dari empat bayi yang dirata satu atau seperempat persennya merupakan PJB kritis. Angka rujukan bayi baru lahir (neonatus) dengan PJB terus meningkat di rumah sakit ini," ungkapnya.

Pada bayi baru lahir PJB diketahui dengan kesulitan menyusu, gangguan tumbuh kembang, kulit berwarna biru, nafas cepat dengan adanya keringat dingin. Pada anak ditandai dengan gejala sulit menyusu, gangguan tumbuh kembang, tubuh berwarna biru, infeksi saluran nafas berulang, dan eterbatasan aktivitas. Pada remaja gejalanya berupa sesak nafas, sakit dada,berdebar, dan pingsan.

Faktor Risiko

Dr. Oktavia menjelaskan ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya bayi atau anak dengan PJB. "Pertama karena faktor genetik. Beberapa diantaranya ada riwayat keluarga yang pernah menderita PJB," ujar dia.

Faktor risiko selanjutnya adalah sindroma Eisenmenger yang mempengaruhi perkembangan organ jantung ketika janin dalam kandungan. Pembentukan organ yang tidak sempurna membuat jantung tak dapat bekerja mengalirkan darah secara normal.

Infeksi rubella selama awal kehamilan dapat menyebabkan sindrom rubella kongenital (congenital rubella syndrome/CRS) pada bayi yang dilahirkan. Selain bermanifestasi dalam bentuk PJB CRS juga bisa muncul dalam bentuk katarak, microcephaly (kepala kecil), dan tuli.

Pada bayi PJB rubella menyebabkan cacat jantung bawaan merupakan kondisi struktur jantung yang tidak sempurna. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja jantung dalam menjaga aliran darah ke seluruh bagian tubuh.

Infeksi cytomegalovirus atau CMV juga dapat menyebabkan terjadinya PJB. Berasal dari virus herpes yang bisa menginfeksi semua orang dari setiap usia, infeksi virus ini dapat berlangsung lama bahkan bisa menetap selamanya.

Risiko selanjutnya adalah karena adanya toksoplasmosis. Infeksi ini disebabkan oleh parasit toxoplasma gondii yang dapat ditemukan pada kotoran kucing, sayuran dan buah-buahan yang tidak dicuci bersih, atau daging yang belum matang.

"Rsiko lainnya adalah pada ibu dengan diabetes mellitus dan penggunaan obat-obatan dan meminum alkohol dan mereka yang memiliki kebiasaan merokok," kata dr. Oktavia.

Skrining Pranikah

Untuk mengetahui potensi terjadinya bayi dengan PJB biasanya dilakukan skrining pranikah (premarital) pasangan. Program skrining premarital dan konseling genetik dapat mengidentifikasi dan memodifikasi, melalui pencegahan dan manajemen, beberapa kebiasaan, medis, dan faktor risiko lainnya yang dapat mempengaruhi hasil kehamilan

Melibatkan promosi kesehatan dan kesehatan wanita serta pasangannya sebelum terjadinya sebuah kehamilan merupakan pencegahan primer dan merupakan langkah yang penting dalam membentuk masyarakat yang sehat

Selain itu mengetahui terjadinya adanya PJB dilakukan dengan skrining prenatal atau sebelum kelahiran melalui melalui USG antenatal untuk melihat adanya malformasi jantung pada janin. Namun hanya sekitar 23 persen PJB yang terdeteksi sebelum kelahiran pada periode 18-26 minggu kehamilan.

"Setelah bayi lahir bisa dilakukan skrining bayi baru dengan dilakukan dengan pulse oxymetri. Langkah ini skrining dilakukan ketika bayi berusia minimal 24 jam atau setelat mungkin sebelum bayi dipulangkan jika diukur sebelum berusia 24 jam," ujar dia.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top