Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelompokan Negara I Kesejahteraan Kelas Menengah Bawah Harus Diperhatikan

Kesenjangan Pendapatan Picu RI Turun Kelas

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

» Harta empat orang terkaya di Indonesia setara harta lebih dari 100 juta warga miskin.

» Program PEN dinilai tidak efektif menahan penurunan pendapatan masyarakat bawah.

JAKARTA - Masalah kesenjangan pendapatan dinilai menjadi salah satu yang menyebabkan Indonesia kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income countries menjadi negara berpendapatan menengah bawah atau lower middle income countries. Lebih cepatnya Indonesia turun kelas kembali karena saat pandemi, pendapatan kelas menengah bawah turun drastis, sehingga memengaruhi secara keseluruhan rata-rata Gross National Income (GNI) per kapita.

Apalagi saat Bank Dunia menaikkan status Indonesia sebagai upper middle income countries pada 1 Juli 2020, pendapatan masyarakat menengah bawah sudah mulai tergerus akibat pandemic Covid-19 pada akhir Maret 2020. Sementara penilaian naik kelas didasarkan pada GNI per kapita RI pada 2019 yang mencapai 4.050 dollar AS.

Guru Besar Sosiologi Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan salah satu penyebab RI kembali turun kelas adalah masalah kesenjangan pendapatan. "Kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah harus menjadi perhatian. Dari data yang ada, 70 persen penduduk di Indonesia hanya menempuh pendidikan jenjang SD hingga SMP," kata Bagong.

Ketimpangan yang mencolok juga ditunjukkan data Oxfam Indonesia bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) beberapa waktu lalu. Harta yang dimiliki empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan harta lebih dari 100 juta warga miskin di Indonesia.

"Ini menunjukkan ada kesenjangan yang sangat tinggi antarmasyarakat. Kesenjangan terjadi bukan hanya antara orang kaya dan miskin dalam struktur kependudukan, namun juga antara daerah perkotaan dan perdesaan," kata Bagong.

Hal itu menimbulkan kesan kuat bahwa hasil-hasil pembangunan selama ini lebih banyak dinikmati oleh lapisan tertentu saja, sehingga menimbulkan kesenjangan. Hanya mereka yang memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi, dan kekuasaan yang dapat mengambil manfaat dari pertumbuhan," pungkasnya.

Kurang Efektif

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menegaskan turun kelasnya RI karena program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kurang efektif menahan penurunan pendapatan masyarakat menengah bawah.

"GNI per kapita pada 2019 lebih banyak didongkrak oleh pendapatan segelintir kelompok, bukan karena kenaikan pendapatan semua kelompok masyarakat. Saat kelompok menengah bawah dengan jumlah yang signifikan tergerus pendapatannya, maka otomatis secara rata-rata turun kembali," kata Tauhid.

Sementara itu, program PEN pada 2020 yang diharapkan menahan penurunan pendapatan ternyata tidak mampu. Dari 695,2 triliun rupiah yang dianggarkan, realisasinya hanya mencapai 579,78 triliun rupiah atau 83,34 persen.

"Meskipun program PEN ini sangat besar realisasinya pada triwulan terakhir, namun tampaknya tidak bisa menjadi pendorong lebih besar pemulihan ekonomi nasional pada triwulan terakhir," kata Tauhid kepada Koran Jakarta, Rabu (10/2).

Bantuan sosial dalam bentuk sembako dan nonsembako yang digelontorkan sebesar 220,39 triliun rupiah faktanya tidak mendorong konsumsi makanan dan minuman. Bahkan, konsumsi makanan dan minuman, selain restoran mengalami koreksi 1,39 persen (yoy) pada triwulan keempat 2020.

"Target yang disasar tidak tepat, mekanisme penyaluran yang tidak efektif hingga nilai bantuan yang kecil menyebabkan masalah makin kompleks. Program ini tidak bisa diharapkan bila tidak dilakukan perubahan secara mendasar," kata Tauhid.

Meskipun konsumsi rumah tangga mulai tumbuh 0,49 persen pada triwulan IV-2020 dibanding triwulan sebelumnya, namun secara tahunan masih berkontraksi 3,61 persen. Jika dibanding pada triwulan III-2020, konsumsi rumah tangga 4,69 persen dibandingkan triwulan II-2020, meskipun secara tahunan berkontraksi atau minus 4,05 persen. "Ini menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga pemulihannya lebih lambat pada triwulan IV-2020," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top