Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
KESRA

Kesederhanaan "Dhaup Ageng" Putra Mahkota Pakualaman X

Foto : KORAN JAKARTA/EKO SUGIARTO PUTRO

KACAR-KUCUR | Setelah menggelar akad nikah sekitar pukul 07.30 WIB, Sabtu (5/1) dan prosesi panggih sekitar pukul 10.00 WIB yang dilanjutkan dengan resepsi, prosesi dhaup ageng dilanjutkan dengan upacara tampa kaya, dhahar klimah sekitar pukul 14.00 WIB. Upacara yang juga disebut sebagai prosesi kacar-kucur ini dilakukan secara tertutup di Kangungan Dalem Parangkarsa.

A   A   A   Pengaturan Font

Subagyo (62 tahun) dengan pakaian terbaiknya, dari stasiun Solo Balapan menaiki Kereta Prameks pagi menuju Kota Yogyakarta. Tujuanya satu, ingin melihat secara langsung upacara pernikahan putra mahkota Paku Alam. Tapi sampai di Yogyakarta, dia heran, tak banyak keramaian di depan Pura Pakualaman.

"Saya kira bisa melihat arak-arakannya, tapi ternyata tidak. Ya sudah tidak apa-apa yang jelas saya hadir untuk ikut mendoakan," kata Subagyo kepada Koran Jakarta, Sabtu (5/1) pagi di pintu gerbang luar Pura Pakualaman.

Dhaup Ageng Pura Pakualaman yang mengesahkan pernikahan BPH Kusumo Bimantoro, putra sulung KGPAA Paku Alam X dengan dr Maya Lakshita Noorya memang tampak lebih sederhana jika dibandingkan dengan pernikahan keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kesederhanaan sangat terasa karena ketiadaan kirab yang merupakan keinginan dari KGPAA Paku Alam X.

Resepsi yang digelar dua hari, Sabtu (5/1) untuk 750 undangan VIP yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Minggu (6/1) untuk 1.500 undangan juga tampak sederhana. Pagi itu, Subagyo melewatkan prosesi ijab qabul. Begitu mendapat informasi bahwa prosesi paling sakral dalam upacara pernikahan tersebut telah usai, Subagyo langsung mengucap syukur dan menadahkan kedua tangan untuk mengucap doa.

Tak jauh dari Subagyo, sekumpulan ibu-ibu juga dengan semangat menatap layar besar yang sedang menyiarkan acara panggih. Hanya bermodalkan semangat dan teduhan daun yang tak mampu menghalangi terik sinar matahari yang hari itu bersinar terang, cerah tanpa mendung bergelayut.

"Sebagai rakyat, saya merasa bersyukur ketika raja, junjungan saya mengadakan pesta pernikahan," kata Subagyo yang dibenarkan oleh ibu-ibu lainnya.

Rombongan ibu-ibu yang pagi itu berdesak-desakan melihat prosesi dari layar adalah mayoritas pedagang Pasar Talok, yang memang berada tak jauh dari kompleks Pura Pakualaman.

"Lha wong dalane wes ditutup, nggak ada orang lagi di pasar, sudah sepi Mas, mending saya ke sini," papar salah satu ibu yang segera diamini ibu-ibu pasar lainnya menjawab pertanyaan apa motivasi mereka datang pagi-pagi di Pura Pakualaman.

"Kalau aku mau lihat Pak Presiden Joko Widodo," timpal ibu lainnya.

Memang sepanjang jalan depan Pura Pakualaman tampak lengang, hanya barisan karangan bunga yang berjajar rapi. Semua mobil tamu resepsi kecuali mobil Presiden Joko Widodo hanya berhenti sekitar 100 meter dari pintu gerbang Pakualaman.

Tak Begitu Ketat

Namun, penjagaan di jalan raya Pakualaman juga tak begitu ketat. Masih saja terlihat beberapa kali warga melintas, bermotor yang sesak dengan sayuran seusai dari pasar, pesepeda yang tersenyum malu karena tak tahu jadwal bahwa di Sabtu pagi yang ceria itu ada acara sakral kerabat Pakulaman.

Ketika iring-iringan kendaraan Presiden Joko Widodo lewat, Subagyo dan rombongan ibu-ibu tadi segera maju mendekati ke tengah jalan, melambai-lambikan tangan pada orang nomor satu Indonesia itu. Selesai iring-iringan Presiden lewat maka berakhir sudahlah kerumunan warga di depan gerbang Pakualaman.

"Tadi pak Jokowi tersenyum padaku, membalas lambaianku," kata Bu Painah saat kembali berbalik dari jalan raya mencari tempat meneduh.

Subagyo tertawa mendengarnya. Subagyo mengaku datang di upacara resepsi mantu Pak Jokowi. Begitu juga ketika kirab dhaup ageng Keraton Yogyakarta. "Kalau saya sudah biasa salaman sama Pak Jokowi. Pak Sultan juga pernah," katanya.

Pada Minggu (6/1) malam resepsi tampak lebih ramai. Koran Jakarta berjumpa dengan 14 orang rombongan dari pesilat Perisai Diri. Ada yang jauh-jauh dari Australia karena dia adalah pengajar Perisai Diri di Australia.

"Kebetulan Sri Paduka Paku Alam adalah pendekar kehormatan Perisai Diri. Saya dan 14 orang perwakilan perisai diri dari dalam dan luar negeri, senang sekali bisa ikut hadir dan mendoakan kedua mempelai," kata Oki, pengajar Perisai Diri cabang Australia di tempat resepsi di Pura Pakualaman.eko sugiarto putro/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top