Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemberdayaan Petani I Alih Fungsi Lahan Terus Terjadi dalam Tiga Tahun Terakhir

Kepemilikan Lahan Pertanian Semakin Menyusut

Foto : Sumber: BPS, data per Februari – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

» Kepemilikan lahan pada mayoritas petani di Indonesia sangatlah kecil, rata-rata di bawah 0,3 hektare.

» Sumatera Utara mengalami penyusutan lahan 24.550 ha dan Jawa Tengah 11.547 ha pada 2020.

JAKARTA - Salah satu tantangan yang dihadapi untuk meningkatkan produktivitas komoditas pangan di Indonesia adalah semakin terbatasnya lahan pertanian akibat alih fungsi yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Keterbatasan lahan itu pula yang menyebabkan upaya meningkatkan kesejahteraan petani semakin kompleks karena banyak tantangan lain yang kurang mendukung seperti tata niaga impor yang secara perlahan menggiring petani beralih profesi dan melepas lahannya.

Pakar Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, dalam diskusi bertajuk "Reaktualisasi Sistem Resi Gudang" atau SRG mengatakan persoalan mendasar di sektor pertanian saat ini pada pemenuhan skala ekonomi dan mutu produksi dari komoditas. "Komoditas pertanian misalnya, di mana kepemilikan lahan pada mayoritas petani di Indonesia sangatlah kecil rata-rata di bawah 0,3 hektare," kata Andreas.

Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri mengakui bahwa luas lahan baku sawah, baik yang beririgasi teknis maupun non-irigasi mengalami penurunan rata-rata seluas 650 ribu ha per tahun atau ekuivalen dengan 6,5 juta ton beras.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, baru-baru ini mengatakan upaya ekstensifikasi lahan pertanian belum bisa menggantikan langsung lahan yang sudah beralih fungsi karena sawah baru membutuhkan waktu paling cepat lima tahun untuk mencapai tingkat produktivitas padi seperti lahan sawah beririgasi teknis.

"Jadi dipastikan terjadi pengurangan luasan lahan sawah setiap tahun yang otomatis diikuti dengan turunnya produksi beras," kata Sarwo.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah luas lahan pertanian di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi yang luar biasa. Luas lahan pertanian Indonesia pada 2018 mencapai 11,377 juta hektare (ha), lalu menyusut menjadi 10,677 juta ha pada 2019. Setelah Presiden Joko Widodo menggalakkan perhutanan sosial dan pembangunan lumbung pangan (Food Estate) di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara, luas lahan pertanian meningkat pada 2020 menjadi 10,786 juta ha.

Beberapa provinsi, seperti Jambi, Riau, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan, mendorong perluasan lahan pertanian dari tahun 2019 ke tahun 2020. Namun demikian, beberapa daerah seperti Sumatera Utara mengalami penyusutan 24.550 ha dan Jawa Tengah seluas 11.547 ha. Meskipun kembali meningkat pada 2020, namun lahan yang menyusut di daerah tertentu sangat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Kondisi tersebut, lanjut Andreas, menyebabkan sulitnya menerapkan SRG karena skala ekonomi produk di gudang belum terpenuhi. "Padahal kepastian stand by buyer menjadi poin pertimbangan utama bagi perbankan untuk merealisasikan kreditnya kepada pengguna gudang," kata Andreas.

Resi Gudang

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Senior, Aviliani, berpandangan perlunya mendesain insentif yang mendorong minat petani kecil untuk berkelompok guna mencapai keekonomian skala usaha.

Dengan membentuk kelompok tani, mereka mampu memenuhi skala ekonomi sehingga lebih mudah mendapat akses Kredit Usaha Rakyat (KUR), terutama subsidi bunga yang lebih besar.

"Harapannya, petani yang belum memenuhi skala keekonomian, mereka dapat membentuk kelompok untuk mendapat akses produksi yang lebih murah," kata Aviliani.

Guru Besar Ekonomi Pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, mengatakan untuk menyejahterakan petani, pemerintah harus mengoptimalkan sistem resi gudang yang pemanfaatannya masih rendah. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mesti aktif bekerja sama agar perbankan juga ikut andil mendorong pengembangannya. SRG jelasnya sangat penting karena sifat komoditas pertanian pada saat panen raya acap kali mengalami penurunan harga akibat peningkatan suplai yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan permintaan.

SRG merupakan instrumen sistem pembiayaan perdagangan yang dapat berfungsi untuk memfasilitasi pemberian kredit kepada pelaku usaha terhadap barang yang disimpan di dalam gudang. Produk itu juga diharapkan bermanfaat untuk menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan, sehingga penjualan komoditas dapat dilaksanakan sepanjang tahun. "Sepanjang stabilisasi harga dan laju inflasi menjadi tugas pemerintah dan Bank Indonesia, SRG menjadi instrumen pengukuran ketersediaan stok pangan daerah dan nasional," kata Bustanul. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top