Kenaikan HPP Gabah Belum Beri Insentif Petani Tingkatkan Produksi
Foto udara petani menanam padi di sawah yang menggunakan sistem Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) di kecamatan Sindang, Indramayu, Jawa Barat, Senin (13/1).
Foto: ANTARA/Dedhez AnggaraJAKARTA- Pemerintah akan menaikkan harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) ke petani menjadi 6.500 rupiah per kilogram (kg) dari sebelumnya 6.000 rupiah per kg efektif pada 15 Januari 2025. Kebijakan tersebut dinilai sebagai bentuk kepedulian Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengatakan kebijakan yang akan dilakukan oleh Bulog itu diharapkan dapat mendukung ketersediaan beras dalam negeri dan menekan impor.
Bulog jelas Menko Pangan kini sedang menyelesaikan kesepakatan-kesepakatan dengan pabrik-pabrik padi. Pabrik padi yang membeli GKP dengan harga 6.500 rupiah per kg beras mereka oleh Bulog akan dibeli dengan harga 12.000 rupiah. Sedangkan, yang tidak membeli dengan 6.500 rupiah per kg, Bulog tidak membeli beras mereka, bahkan Bulog yang akan membeli gabahnya.
Selain gabah, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk jagung juga naik dari 5.000 menjadi 5.500 rupiah per kg mulai 1 Februari 2025.
Menanggapi kenaikan itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dwijono Hadi Darwanto mengatakan kenaikan HPP tersebut masih terlalu rendah untuk memberikan insentif bagi petani meningkatkan produksi.
“Harga di tingkat penggilingan saat ini sudah berkisar 6.700-7.000 per kg. Kalau HPP Bulog 6.500 rupiah per kg, petani tentu lebih memilih menjual gabah mereka ke penggilingan atau pedagang beras yang menawarkan harga lebih tinggi. Akibatnya, Bulog kemungkinan tidak akan mendapatkan gabah yang cukup,” papar Dwijono.
Kalau Bulog tidak dapat memenuhi kebutuhan gabah dalam negeri, maka kebijakan untuk mengurangi impor beras akan sulit terealisasi. Ia meminta agar Bulog dapat bersaing dengan penggilingan dan pedagang besar, bahkan harga yang mereka tawarkan harus lebih tinggi.
“Jika Bulog ingin memastikan pengadaan gabah dalam negeri tanpa harus bergantung pada impor, sebaiknya harga yang ditawarkan berada di kisaran 7.000-7.500 rupiah per kg. Dengan harga beras yang sekarang mencapai 12.000 rupiah per kg, maka logis jika harga gabah juga lebih tinggi agar petani termotivasi untuk meningkatkan produksi.
Kebijakan harga yang adil tidak hanya akan mendorong petani untuk menjual gabah ke Bulog, tetapi juga menjadi insentif untuk meningkatkan produktivitas. Tanpa insentif, ia khawatir target ketahanan pangan dalam negeri sulit tercapai.
“Harga yang lebih tinggi akan membuat petani merasa dihargai dan bersemangat untuk meningkatkan produksi. Jika harga tetap rendah, petani tidak akan terdorong untuk menjual gabah mereka ke Bulog, dan stok pangan nasional akan terancam,” katanya.
Praktik Ijon
Sementara itu, pengamat pertanian dari Universitas Jember, Ihsannudin mengatakan
keberpihakan pada petani kecil harus memastikan pembeliannya di tingkat lahan agar petani tidak lagi mengeluarkan biaya angkut dan pengeringan.
“Harga dari Bulog juga perlu diawasi agar tidak terjadi penyimpangan di lapangan. Apalagi, dalam praktiknya panen petani telah dibeli oleh pedagang dengan harga yang lebih rendah di awal dengan praktik ijon,” kata Ihsannudin.
Selain itu yang perlu diperhatikan juga adalah ketentuan kadar air. Sebab, biasanya Bulog menentukan kadar air 25 persen mengingat sekarang atau 1-2 bulan lagi masih musim hujan.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD