Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah I Daya Beli Masyarakat Harus Dijaga

Kenaikan Harga Energi Akan Menambah Jumlah Rakyat Miskin

Foto : ISTIMEWA

FAHMY RADHI Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM - Meski alasannya masuk akal untuk meningkatkan kualitas lingkungan, hal iu sama saja memaksa pelanggan membeli BBM yang harganya lebih mahal.

A   A   A   Pengaturan Font

» Keadaan ekonomi dan beban masyarakat bawah saat ini belum sepenuhnya pulih dan normal.

» Harga bahan pokok akan melambung dengan penghapusan pertalite dan premium.

JAKARTA - Di tengah himpitan ekonomi dengan melonjaknya harga minyak goreng dan telur serta kenaikan harga LPG, masyarakat sekarang khawatir dengan rencana pemerintah menghapus beberapa Bahan Bakar Minyak (BBM) murah seperti pertalite dan premium.

Sebab itu akan semakin memukul daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan menambah jumlah warga miskin serta memperlebar ketimpangan.

Keputusan menaikkan harga LPG saat ini bukanlah langkah yang tepat. Itu kontraproduktif dengan upaya mendorong pemulihan. Langkah pemerintah memperkuat daya beli dirusak sendiri oleh regulator melalui kenaikan harga energi.

Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, kepada Koran Jakarta, Rabu (29/12), menegaskan dengan dinaikkannya harga LPG nonsubsidi maka inflasi akan naik. Kenaikan harga bahan pokok semakin tak terhindarkan seiring dengan rencana menghapus pertalite dan premium tahun depan.

Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga LPG nonsubsidi. Akibatnya, selisih harganya makin jauh dengan harga LPG subsidi. Tak hanya berhenti di situ, tahun depan BUMN Minyak dan Gas Bumi (Migas) itu juga menghapus BBM jenis pertalite dan premium. Sementara itu, tak sedikit UMKM yang mengonsumsi pertalite.

Fahmy khawatir kenaikan harga gas LPG memicu terjadinya migrasi konsumen. Jika sebelumnya mereka membeli gas nonsubsidi, tetapi karena harganya naik dan selisihnya terlalu besar maka mereka beralih ke gas subsidi atau LPG melon. Terlebih lagi dengan skema distribusi LPG melon yang bersifat terbuka maka siapa pun akan bisa membelinya, entah dia miskin atau kaya.

"Pelanggan yang sensitif dengan harga akan langsung berpindah ke gas melon. Ini bakal menyebabkan kelangkaan, karena permintaan LPG 3 kg ini meningkat pesat. Dampak lanjutannya ada kelangkaan," tegas Fahmy.

Terkait dengan penghapusan pertalite dan premium, meski alasannya masuk akal untuk meningkatkan kuaitas lingkungan yang makin bersih namun Fahmy menegaskan hal itu sama saja memaksa pelanggan untuk membeli pertamax yang harganya lebih mahal.

Jaga Daya Beli

Peneliti Alpha Research Data Base, Ferdi Hasiman, berharap pemerintah semestinya fokus menjaga agar daya beli masyarakat tidak terpuruk. Tidak lantas menaikkan harga energi karena akan berdampak langsung ke daya beli masyarakat yang masih lemah akibat pandemi.

"Harusnya harga energi itu jangan dinaikkan dulu. Konsumsi masyarakat memang mulai pulih, tetapi belum benar-benar pulih. Pemerintah jangan langsung ambil keputusan menaikkan harga energi karena bisa mengganggu pemulihan," tukas Ferdi.

Ia berpandangan jika pemerintah masih berkeras menaikkan harga energi maka target pertumbuhan ekonomi tahun depan jangan terlalu ambisius. Tahun depan, ekonomi ditargetkan tumbuh 5,2-5,5 persen.

Pakar Sosial Ekonomi dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) sekaligus Peneliti Senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam, mengatakan pemerintah perlu hati-hati dalam menaikkan tarif energi, LPG, serta menghapus pertalite dan premium. Kebijakan ini akan berdampak langsung terhadap beban pengeluaran masyarakat kelas bawah untuk jangka pendek.

"Sementara keadaan ekonomi dan beban masyarakat kelas bawah saat ini belum sepenuhnya pulih dan normal. Saya pikir pemerintah harus bijak dan bisa melakukan sosialisasi terlebih dahulu tanpa harus tergesa-gesa agar masyarakat kelas bawah lebih siap menerima kebijakan dihapuskannya pertalite dan premium untuk mendukung jaminan energi hijau," katanya.

Menurut Surokim, masih butuh waktu untuk meyakinkan masyarakat terkait penghapusan jenis-jenis bahan bakar itu sembari menyiapkan skema kompensasi yang lebih tepat dan kena sasaran.

Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat, mengatakan kenaikan harga LPG nonsubsidi akan menyebabkan masyarakat pindah ke gas melon atau LPG bersubsidi. Kenaikan LPG nonsubsidi disebabkan peningkatan harga pada contact price (aramco) CPA LPG yang naik. Kenaikannya sebesar 1.600 rupiah sampai 2.600 rupiah per kilogram.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top