Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Gejolak Harga Ayam I Pelaku Usaha Keluhkan Lambatnya Respons Pemerintah

Kementan Harus Bantu Peternak

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah dianggap tidak serius melakukan upaya stabilisasi harga ayam tingkat peternak yang anjlok beberapa hari terakhir.

JAKARTA - Pelaku usaha ternak ayam menengarai anjloknya harga ayam di tingkat peternak karena lemahnya antisipasi Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengatur pasokan unggas. Para peternak ayam mengaku sudah berulang kali menyampaikan laporan, terkait kondisi faktual yang terjadi di lapangan.

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni, mengeluh lambatnya respons pemerintah dalam mengantisipasi ledakan pasokan ayam hidup yang menyebabkan anjloknya harga ayam di tingkat peternak.

"Hingga peternak hancur pun, supply day old chicken (DOC) tetap belum dipangkas," tukas Parjuni, di Jakarta, Kamis (27/6).

Para peternak menyangsikan langkah Kementan yang akan mengafkirkan Parent Stock (PS) ayam broiler untuk memulihkan harga ayam. Persoalanya, selama ini kerap disampaikan hal serupa, namun eksekusinya di lapangan sangat minim.

"Biasanya itu teori saja. Jika pak Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PHK) Kementan serius, itu dilakukan dari dulu, bukan sekarang. Sekarang peternak menumpuk hutang, pemerintah tidak merasakan itu," tegas Parjuni.

Ketika ditanyakan soal masalah yang memicu anjloknya harga, menurut Parjuni persoalannya ialah over supply bibit, sehingga daging melimpah dan tidak terserap oleh pasar. Hal ini menyembabkan terjadinya kelebihan stok daging ayam.

Parjuni menjelaskan, saat ini produksi ayam hidup per minggu mencapai 70-72 juta ekor, sementara kebutuhan pasar hanya 55-57 juta, sehingga dipastikan kelebihan pasokan. Kondisi ini telah terjadi lebih dari enam bulan. "Saran kami, segera pangkas bibit saat ini 30 persen supaya cepat dan perbaiki harga ayam hidup ke depan," paparnya.

Menurut Parjuni, sejak September lalu harga ayam di tingkat peternak anjlok menjadi hanya sekitar 10.000 rupiah per kilo gram (kg). Harga itu jauh di bawah Harga Pokok Pembelian (HPP) ayam hidup yang dipatok 18.500 rupiah per kg. Apabila dihitung kerugian peternak ditaksir sebesar 4.000 rupiah per ekor.

Sementara, menurut Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan telah berkoordinasi untuk mengurai permasalahan dimaksud bersama stakeholders terkait yakni para pelaku usaha yang tergabung dalam Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Pinsar Indonesia, serta Perhimpunan Peternak Unggas Nusanttara (PPUN). Pertemuan digelar di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH Kementan Fini Murfiani juga mengakui, berdasarkan pemantauan Petugas Informasi Pasar (PIP) pada Selasa 25 Juni lalu, harga rata-rata per kg livebirds (LB) secara nasional adalah 20.216 rupiah, sedangkan, harga rata-rata di Pulau Jawa sebesar 11.327 rupiah, dan harga LB di Jateng dan Jatim hanya dikisaran 8.845-10.736 rupiah.

Tidak Terserap

Menurut Fini Murfiani, anjloknya harga ayam ras pedaging di Pulau Jawa, diperkirakan karena tidak semuanya produksi daging ayam ras terserap di pasar tradisional. Hal ini kemungkinan terjadi karena peternak memprediksi akan terjadi peningkatan permintaan pasca Idul Fitri seperti adanya hajatan dan kegiatan lainnya, ternyata kondisi demikian tidak terjadi, sehingga produk menjadi melimpah.

Selain itu, menurut Fini, perilaku penjualan daging ayam ras broiler dari hampir seluruh pelaku usaha ayam ras broiler masih bermuara di pasar tradisional dalam bentuk hot karkas dan LB sehingga rentan terhadap kelebihan pasokan dan permainan oleh pihak tertentu yang mengakibatkan disparitas harga yang besar antara produsen dan konsumen. ers/E-12

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top