Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penerimaan Daerah

Kemenkeu-Pengusaha Akan Diskusikan soal Pajak Hiburan

Foto : ISTIMEWA

Lydia Kurniawati Christyana, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengadakan pertemuan dengan para pelaku usaha untuk mendiskusikan pajak barang jasa tertentu (PBJT) untuk kesenian dan hiburan atau pajak hiburan. Sebab, kenaikan pajak hiburan oleh daerah, khususnya di Bali, jauh di atas ekspektasi pelaku usaha.

"Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan berbicara dengan para pelaku usaha hiburan spa dan karaoke. Kemenparekraf sepakat untuk kita bicara dengan asosiasi, kami akan jadwalkan," kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana saat media briefing di Jakarta, Selasa (16/1).

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), ditetapkan bahwa spa dan karaoke termasuk jenis pajak hiburan yang dikenakan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen, sama dengan jenis pajak diskotek, kelab malam, dan bar. Besaran tarif itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.

Lydia mengatakan penentuan tarif tersebut telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pembahasan bersama DPR. "Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara," jelas Lydia.

Dia menyatakan Kemenkeu atau pemerintah sangat terbuka bila ada ketentuan yang tidak disetujui atau butuh uji materi (judicial review). Adapun terkait proses uji materi yang dilakukan oleh Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Kementerian Keuangan akan memberikan pernyataan saat sidang dilakukan.

Seperti diketahui, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali menyebutkan sejumlah pengusaha spa di Pulau Dewata mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal yang mengatur tarif pajak dan klasifikasinya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Ketua GIPI Bali Ida Bagus Agung Parta Adnyana berharap penerapan kenaikan tarif pajak hiburan dapat ditunda.

Gap Lebar

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menilai besaran tarif pajak spa di Pulau Dewata idealnya 15 persen agar tidak berbeda jauh dengan pajak hotel dan restoran sebesar 10 persen. "Perbedaan itu jangan terlalu ekstrem, pajak hotel dan restoran itu 10 persen, sedangkan spa itu 40 persen. Kalau melihat rasionya itu 15 persen (pajak spa) sudah ideal," kata Ketua PHRI Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati di Denpasar, kemarin.

Dia menilai besaran tarif pajak itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) sehingga pemerintah daerah tidak dapat melakukan intervensi. Untuk itu, upaya peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait besaran pajak spa dan klasifikasinya ke jasa hiburan, diharapkan merevisi besaran tarif pajak usaha spa.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top