Kemenkes Deteksi 20 Subvarian Omicron Baru BN.1 di 6 Provinsi
Ilustrasi.
Foto: Freepik/KJPargerterKementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat 20 kasus inveksi subvarian BN.1 yang tersebar di enam provinsi.
"Kami menemukan satu varian yang berbeda dengan yang lain. Ini yang lagi kami monitor, apakah ini akan menjadi penyebab peningkatan kasus atau tidak di Indonesia," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi Kepada wartawan, pada Kamis (8/12).
Adapun 20 kasus subvarian baru BN.1 hingga saat ini dilaporkan di enam provinsi Indonesia dengan mayoritas kasus infeksi terjadi di DKI Jakarta dengan 9 kasus. Disusul Jawa Tengah dengan 5 kasus.
Tiga kasus infeksi subvarian BN.1 juga terdeteksi di Kepulauan Riau. Sementara Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan masing-masing melaporkan satu kasus infeksi subvarian BN.1.
Lebih lanjut, Nadia menambahkan bahwa BN.1 merupakan sublineage dari BA.2.75 yang merupakan turunan dari varian Omicron. Di Indonesia, subvarian BN.1 pertama kali terdeteksi di Kepulauan Riau pada tanggal 16 September 2022.
Selain Indonesia, kasus BN.1 telah dilaporkan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Austria, hingga India.
Di Amerika, subvarian Omicron BN.1 dilaporkan menginfeksi 100 orang dan terus mengalami peningkatan yang sangat pesat di negara tersebut.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) sendiri menduga subvarian BN.1 sangat menular dibandingkan subvarian atau varian Covid-19 lainnya.
"Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat sedang memonitor varian ini, karena terdapat peningkatan kasus dengan varian BN.1 selama 1 bulan terakhir," kata Nadia.
Subvarian BN.1 juga dilaporkan berpotensi memiliki sifat lolos-kekebalan yang tinggi, dan potensi untuk bersaing dengan varian atau subvarian lainnya.
- Baca Juga: Kaltim Perkuat Kolaborasi Pembangunan
- Baca Juga: Kapolda Kepri instruksikan jajaran siaga bencana
"Jika sedang meningkat di tempat lain, itu berarti memiliki keunggulan yang dapat meningkatkan risiko mendorong lebih banyak jumlah kasus, serta kemampuan untuk menghindari perlindungan kekebalan yang mungkin kita miliki," kata Ahli virologi Universitas Otago, Jemma Geoghegan, seperti dikutip dari NZ Herald.
Redaktur: Fiter Bagus
Penulis: Suliana
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD
Berita Terkini
- Ini Kata Jens Raven Soal Kluivert dan Indonesia ke Piala Dunia
- Ternyata Ini yang Dilakukan Pembunuh Sandy Permana untuk Hilangkan Jejak
- Kepulauan Seribu Akan Bangun Tanggul Cegah Abrasi
- KAI Daop 1 Jakarta Ganti Rel Baru Sepanjang 45.950 Meter di 2024
- Antisipasi Serangan Harimau, Pemkab Mukomuko Sarankan Antar-jemput Anak Sekolah