Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Nasional -- Psikolog Sebut Pentingnya Pemahaman Moral Hindari "Bullying"

Kemendikbudristek: 36,31% Siswa Berpotensi Alami Perundungan

Foto : ANTARA/HO-Kemendibudristek

Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami dalam bimbingan teknis fasilitator guru program Roots Anti Perundungan jenjang SMA, SMK, dan SLB di Medan, Sumatra Utara, Selasa (17/10).

A   A   A   Pengaturan Font

=JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami perundungan atau bullying.

"Kasus perundungan maupun kekerasan lainnya yang terjadi di sekolah sudah sangat memprihatinkan," kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami dalam keterangan di Jakarta, Jumat (20/10).

Puspeka, sejak 2021 bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan.

Adapun target di tahun 2023, akan dilaksanakan bimtek Roots secara luring dan daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional.

Program Roots menjadi sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan sehingga selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34,14 persen satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan.

Salah satu provinsi yang mendapat apresiasi Kemendikbudristek dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terutama Dinas Pendidikan Provinsi Sumut.

Rusprita berharap seluruh satuan pendidikan di Provinsi Sumatra Utara dapat segera membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), karena akan menjadi garda depan untuk upaya-upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara Asren Nasution menegaskan pihaknya berkomitmen untuk menggenjot percepatan pembentukan TPPK di seluruh satuan pendidikan yang ada di Provinsi Sumatra Utara. "Target akhir Oktober ini sudah semua kita bentuk TPPK. Jangan ragu dengan komitmen Sumut," ujar Asren.

Ia mengatakan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara akan senantiasa proaktif dalam melaksanakan program anti-perundungan, di antaranya dengan menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan, termasuk penyelenggaraan bimtek Roots.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Sumut Agus Tripriono menambahkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak tidak hanya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, namun juga dibutuhkan kolaborasi bersama orang tua dan masyarakat.

"Mari kita berbenah menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak demi terciptanya generasi Indonesia emas tahun 2045," katanya.

Sejak Dini

Sementara itu, Psikolog Universitas Indonesia (UI) Dr Rose Mini Agoes Salim menyatakan pentingnya orang tua mengajarkan pemahaman moral sejak usia dini, agar anak tidak menjadi pelaku perundungan di kemudian hari.

"Seorang anak dari kecil dari tingkat balita harus diajarkan apa yang namanya moral, moral itu kemampuan manusia untuk membedakan baik dan buruk," kata Rose saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurutnya stimulasi moral kepada anak sejak usia balita merupakan upaya paling efektif agar anak terhindar dari sifat maupun perilaku negatif saat beranjak dewasa.

Pemahaman moral itu, kata Rose, tidak bisa diajarkan hanya dengan istilah saja, tetapi harus dipahami secara menyeluruh yang meliputi empati, nurani, dan kontrol diri. "Ajarkan anak untuk memiliki empati memahami perasaan dan keinginan orang lain dari semenjak kecil. Kemudian ada nurani yaitu kemampuan manusia untuk kemudian tidak melakukan hal-hal buruk karena ada aturan nilai-nilai yang ditanamkan orang tua sejak kecil, serta kontrol diri," ujarnya.

Ia memaparkan bahwa kasus perundungan biasanya dilakukan oleh anak yang memiliki kekuatan lebih besar terharap anak yang lemah, baik secara fisik maupun keberaniannya sebagai bentuk eksistensi diri. Dampak jangka panjang jika praktik perundungan terus terjadi maka korban akan memiliki rasa cemas, ketakutan, yang kemudian menimbulkan stres.

Upaya lain yang bisa dilakukan untuk menghindari anak menjadi pelaku perundungan menurutnya adalah dengan mengenali potensi anak di luar pendidikan seperti olah raga maupun kesenian, sehingga anak tersebut dapat meraih eksistensi di jalur yang positif.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top