Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kemendagri Keluarkan Surat Edaran Larang Kepala Daerah Gelar "Open House" Lebaran

Foto : Istimewa

Kastorius Sinaga, Staf Khusus Mendagri.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang berisi soal pembatasan acara buka puasa bersama oleh kepala daerah dan pejabat di daerah. Dan, larangan open house Lebaran. Larangan ini, sebagai bagian dari upaya pemerintah mencegah potensi penularan Covid-19.

"Jadi, pejabat dan kepala daerah yaitu gubernur, bupati dan wali kota tidak melakukan open house terbuka di saat hari H lebaran," kata Staf Khusus Mendagri, Kastorius Sinaga, di Jakarta, Rabu (5/5).

Menurut Kastorius, jika open house lebaran diizinkan, ini tentunya berpotensi menciptakan kerumunan. Maka, Mendagri kemudian mengambil langkah antisipatif untuk melarang kegiatan open house lebaran pejabat di daerah.

"Ini untuk menghindari terjadinya kerumunan sehingga dapat menekan penularan Covid-19 khususnya agar tiga varian Covid dari Inggris, India, dan Afsel yang sudah masuk ke Indonesia tidak menimbulkan grafik lonjakan kasus baru," katanya.

Varian Covid dari Inggris, India, dan Afrika Selatan ini, lanjut Kastorius, bersifat cepat menular dan mematikan. Ia contohkan seperti kejadian di India, di mana masyarakat di negara tersebut lengah dan longgar dalam mengendalikan kerumunan di acara ritual keagamaan, olah raga dan kampanye pemilu di lima negara bagian. Maka, agar tak terjadi seperti di India, pemerintah dalam hal ini Kemendagri, mengambil langkah antisipatif. Sehingga tsunami Covid-19 di Indonesia tak terjadi.

"Langkah antisipatif dalam surat edaran ini sebagai wujud agar kita tidak lengah dan tidak kendor. Kita harus berkaca dengan kejadian fatal di India. Akibat lengah dan kendor di dalam mengendalikan kerumunan maka terjadilah tsunami Covid India seperti kita saksikan. Kita bisa menghindari itu bila kita tidak lengah, tetap disiplin dengan prokes 3M dan menghindari kerumunan," tuturnya.

Mengendalikan kerumunan ini, kata Kastorius, sangat penting dalam penanggulangan Covid. Sebagai contoh dalam Pilkada, kampanye dibatasi sedemikian rupa. Sehingga tidak menciptakan kerumunan massa. Hasilnya pun positif. Pilkada, tidak jadi kluster penularan Covid.

"Buktinya, Pilkada serentak Desember 2020 yang lalu, Indonesia berhasil mengamankan Pilkada, yang diikuti oleh 103 juta pemilih, dengan prokes yang ketat, dan Pilkada tersebut tidak menjadi ajang penularan kasus baru Covid 19," ujarnya.

Begitu juga dengan ritual mudik, ujarnya, memang harus dikendalikan. Sebab, di masa normal, ritual mudik ini selalu menciptakan kerumunan besar orang akibat adanya mobilitas orang yang pulang kampung. Larangan mudik, adalah salah satu upaya pemerintah, agar ritual mudik tidak menjadi kluster penularan virus.

"Ritual mudik dan lebaran harus kita jaga ketat agar tidak menimbulkan gejolak naik grafik Covid-19. Tapi tren menurun tingkat kasus infeksi baru kita pertahankan dan upayakan terus berlangsung dengan disiplin prokes 3M plus 2 M yaitu menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Ini dilakukan agar sesegera mungkin kita terbebas dari serangan Covid dan bangsa kita dapat memfokuskan diri ke pemulihan ekonom," katanya.

Kepala daerah, kata Kastorius, tentunya sangat berperan di dalam pengendalian dan peningkatan disiplin masyarakat tersebut. Kepala daerah, selain jadi panglima dalam penanggulangan Covid juga mesti jadi contoh bagaimana menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top