Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kembangkan Sawit Berkelanjutan, Industri Hulu-Hilir Perlu Diintegrasikan

Foto : Istimewa.

Dari kiri: Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafiq, Dewan Redaksi InfoSAWIT, Edi Suhardi, Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya, dan Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) Khadikin dalam diskusi bertajuk “Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan” di Jakarta, Rabu (7/6).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indonesia perlu mengintegrasikan industri hulu hingga hilir kelapa sawit untuk mengembangkan industri minyak sawit berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan industri hulu hingga hilir di Indonesia, menjadi bagian dari strategi nasional guna mendukung keamanan pangan dan energi nasional.

"Indonesia merupakan negara Penghasil kelapa sawit nomor pertama di Dunia dengan pangsa pasar 55 persen dari Pasar Global," ungkap Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Khadikin dalam diskusi bertajuk "Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan", di Jakarta, Rabu (7/6).

Sekitar 60 persen produk minyak sawit kita terangnya ditujukan untuk pasar ekspor. Artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan dan energi untuk dunia. Dengan perkiraan populasi global mencapai sekitar 9,8 miliar pada tahun 2050, peningkatan kepadatan penduduk perkotaan, diprediksi akan ada tambahan kebutuhan 200 juta ton minyak nabati di masa depan yang dapat dipenuhi oleh minyak sawit karena minyak nabati yang paling efisien dan paling produktif.

Apalagi dengan produksi rata-rata 5 Ton per hektar (Ha), hanya membutuhkan sekitar 4 juta Ha lahan pertanian, dapat menghemat ratusan juta hektar lahan yang bisa digunakan untuk keperluan lain.

Diakui Khadikin, Industri hasil perkebunan memiliki peran penting bagi sektor industri agro. Pada semester I tahun 2022, dari total ekspor industri agro sebesar 25,12 Milyar dollar AS, 56,6 persen-nya didominasi oleh produk industri hasil perkebunan.

"Ini sesuai dengan visi Visi Hilirisasi 2045: Indonesia menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global, melalui roadmap hilirisasi industri kelapa sawit nasional, dengan menerapkan peningkatan produktivitas, hilirisasi (oleofood, oleokimia, biofuels), membenahi ekosistem, tata kelola, dan capacitiy building," paparnya.

Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya menuturkan, sektor sawit di Indonesia yang melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja, dapat terus mendorong produk domestik bruto (PDB) di sektor perkebunan pada angka yang positif, sehingga PDB Indonesia di triwulan III 2022 dapat bertumbuh positif di angka 5,72 persen.

Di mana volume ekspor minyak sawit di tahun 2022 mencapai 34,67 juta ton dengan nilai ekspor sebesar 34,5 triliun rupiah. "Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun. Disamping itu, capaian kinerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di tahun 2022 mencapai 800 miliar rupiah atau naik 123,31 persen," katanya.

Hanya saja dengan berbagai tantangan kelapa sawit misalnya EUDR (Europe Deforestation Regulations), bagaimana peran BPDPKS untuk menghadapi tantangan tersebut? kata Mauli, negara produsen minyak sawit masih memiliki bargaining position karena terlihat kebutuhan konsumsi domestik akan minyak nabati di Uni Eropa belum terpenuhi dan dipenuhi oleh negara Importir minyak nabati.

Penetrasi Pasar

Sebelumnya peningkatan demand bahan bakar biodiesel di Uni Eropa merupakan peluang bagi kelapa sawit untuk terus melakukan penetrasi pasar. "Namun dengan implementasi EUDR di tahun 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun," kata Mauli.

Sebab itu kedepan guna mendukung industry akan dilakukan landasan strategi komunikasi untuk wilayah Uni Eropa dilakukan melalui empat langkah yakni, pertama, Legal actions, Bilateral relationships, Certification media coverage.

Rukaiyah Rafiq dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) mengatakan, secara umum penerapan praktik sawit berkelanjutan khususnya bagi petani sawit swadaya bukanlah hal yang mustahil. Hanya saja prosesnya hingga saat ini masih dihadapkan kepada beragam kendala.

Terbukti sampai saat ini areal kelapa sawit petani sawit swadaya masih sangat minim atau masih sektar 2 persen dari total lahan perkebunan kelapa sawit nasional.

Rukaiyah Rafiq mengatakan, saat ini petani sawit swadaya masih terus berjuang dan terus memperluas areal kebun bersertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).

Karena itu, menurutnya, seharusnya UE tidak hanya mempertimbangkan produk kelapa sawit mengandung nol deforestasi dan traceable, tapi juga mengandung sawit yang diproduksi petani swadaya. Setidaknya semua produk minyak sawit yang masuk kepasar Uni Eropa harusnya 25 persen adalah berasal dari kebun petani.

"Ini adalah solusi untuk memastikan EU Deforestation Regulation (EUDR) tidak hanya berperan dalam nol deforestasi tapi juga berperan dalam perbaikan sumber kehidupan petani dan mendorong pelibatan petani dalam inisiative perlindungan dan pemulihan. Jika tidak, maka EUDR hanya akan menjadi kebijakan yang mengabaikan petani dan makin memperparah deforestasi, yang pada akhirnya kita semua akan mengalami kerugian," tandas Uki.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top