Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pokok I Negara Produsen Mulai Memperketat Ekspor Beras

Kembangkan Pangan Lokal agar RI Tidak Terus Bergantung Impor

Foto : ANTARA/AMPELSA

BERAS IMPOR DARI THAILAND I Buruh pelabuhan membongkar beras impor asal Thailand dari kapal kargo berbendera Vietnam di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Jumat (25/8). Indonesia tidak bisa terus-terusan berharap ke pasokan komoditas impor karena negara-negara produsen sudah mulai memperketat ekspor berasnya seperti yang dilakukan India.

A   A   A   Pengaturan Font

» Pemerintah harus segera memperbaiki jaringan irigasi yang tingkat kerusakannya mencapai 60 persen.

» Kalau tidak memulai pengembangan komoditas lokal maka semuanya akan terlambat.

JAKARTA - Dalam menyikapi gangguan rantai pasok global yang diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun depan, pemerintah perlu mendorong pengembangan pangan lokal, terutama di luar Jawa.

Research Director Indef (Institute For Development of Economics and Finance), Berly Martawadaya, di Jakarta, Selasa (29/8), mengatakan dengan kondisi saat ini maka sangat sulit menggenjot produksi beras. Perkiraan dari ahli-ahli pertanian, produksi padi tahun ini turun karena El Nino.

Di sisi lain, RI tidak bisa terus-terusan berharap ke pasokan komoditas impor karena negara-negara produsen sudah mulai memperketat ekspor berasnya seperti yang dilakukan India.

Pemerintah, papar Berly, harus belajar dari Vietnam dalam hal mendorong produksi pangan. Di Vietnam, mereka membuat hasil tes tanah per kecamatan. Misalnya, untuk tanam karet tidak bisa terlalu luas juga. Kalau luas maka dampaknya akan seperti sekarang.

"Indonesia semestinya begitu. Daerah-daerah luar Jawa jangan dipaksa tanam padi atau singkong," kata Berly dalam diskusi bertajuk "Hati-hati Gejolak Dunia Bisa Merembet ke Indonesia", di Jakarta, Selasa (29/8).

Menurut Berly, pola pengembangan pangan luar Jawa beda dengan Pulau Jawa. Kalau di Jawa mengandalkan tanaman padi, maka luar Jawa bisa dengan pangan lokal. Daerah di luar Jawa perlu menanam pangan lokal, seperti ubi, sagu, dan jagung.

Diakui, tekanan ekonomi global memang tidak terlalu berdampak luas ke Indonesia karena ekonomi masih ditopang oleh konsumsi. Namun demikian, jika terus-menerus dibiarkan, perekonomian bakal terganggu.

Saat ini, dengan harga gandum melonjak, tentu merugikan konsumen produk yang berbahan baku gandum. "Ini yang perlu diantisipasi agar gejolak ekonomi global tidak berdampak ke kita, optimalkan sumber-sumber pangan lokal," tandas Berly.

Secara terpisah, pengamat pangan lokal Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta, Saptarining Wulan, berharap agar pemerintah mempercepat diversifikasi pangan sesuai dengan kearifan dan kekayaan lokal.

"Kita memiliki sekitar 77 jenis tanaman sumber yang diperoleh dari hutan yang subur. Begitu pula di Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak tumbuh sorgum, maka masyarakat di sekitar sudah terbiasa konsumsi beras sorgum, atau olahan dari tepung sorgum," kata Wulan.

Irigasi Rusak

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan isu mendesak yang harus segera dijawab pemerintah adalah rusaknya 60 persen jaringan irigasi di Jawa. Dengan ancaman El Nino dan kecenderungan negara-negara pengeksepor pangan untuk mengurangi ekspornya, mau tidak mau Indonesia harus cepat memperbaiki jaringan irigasi di Jawa.

"Pengembangan pangan lokal itu pusatnya juga masih di Jawa. Singkong, ketela, dan yang terakhir ini tren porang, itu ada di Jawa. Di luar Jawa dicoba food estate saja masih belum berhasil," kata Dwijono.

Vietnam, menurut Dwijono, memiliki benefit irigasi dari Sungai Mekong sehingga produksi bisa dijaga. Irigasi menurutnya bisa menyumbang peningkatan produktivitas pertanian hingga 30 persen, sementara bibit unggul berkisar 25-30 persen.

Pakar pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan pemerintah melalui Badan Pangan Nasional harus mengampanyekan secara masif diversifikasi pangan untuk mengurangi kebergantungan pada beras.

"Kebergantungan ini terjadi karena sejak zaman Orde Baru, pengembangan varietas pangan lokal seperti nasi jagung dari Madura, sagu di Maluku, dan lainnya kurang di-support pemerintah," katanya.

Oleh sebab itu, dia meminta Badan Pangan Nasional harus masif mengampanyekan bahan pangan yang bersumber pada kearifan lokal.

Dalam kesempatan terpisah, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Masyhuri, mengatakan kini saatnya budi daya pangan lokal di luar Jawa diberi perhatian penuh dan diprioritaskan.

"Kalau hari ini tidak dimulai, semuanya akan sangat terlambat sebab komoditas tradisional, yakni beras, hari ini sedang mengalami goncangan," kata Masyhuri.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top