Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kekurangan Susu Masa Kanak-kanak Picu Osteoporosis

Foto : ISTIMEWA

kerusakan tulang

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Banyaknya masyarakat kekurangan asupan kalsium di usia anak-anak berakibat pada penderita osteoporosis usia tua. Kekurangan kalsium susu dinyakini membuat seseorang mengalami osteoporosis atau kondisi berkurangnya kepadatan tulang.

Dokter sekaligus penulis rubrik kesehatan dr Handrawan Nadesul menjelaskan, osteoporosis membuat orang mudah mengalami patah tulang, walau hanya karena benturan yang ringan. Gejala lainnya adalah nyeri punggung, biasanya disebabkan oleh patah tulang belakang, postur badan membungkuk, dan berkurangnya tinggi badan.

"Osteoporosis banyak dialami penderita saat memasuki lanjut usia. Ini karena asupan kalsium sejak anak-anak kurang. Kalsium itu didapat dari susu. Untuk mencukupi kebutuhan kalsium, anak harus minum susu hingga usia 12 tahun," kata dia melalui siaran pers yang dikirim oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia(Yaici),Selasa (12/4).

Banyak yang beranggapan bahwa kebutuhan zat-zat gizi anak seperti protein dan kalsium dapat dipenuhi dari ikan, telur, tahu, tempe ataupun sumber protein nabati lainnya. Padahal di samping itu anak-anak masih perlu diberi susu, karena perannya tidak dapat tergantikan dengan yang lain.

"Terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak yang lebih komplek di dalam susu. Tapi apabila anak diberi asupan tambahan berupa susu, orang tua harus cerdas dalam memilih susu untuk anak," jelas dr Hendrawan.

Dalam hal menentukan pilihan susu untuk anak pun sebenarnya tidak terlalu sulit. Orang tua cukup membaca label dan komposisi zat gizi yang selalu tertera pada kemasan susu, serta untuk apa susu tersebut diperuntukan. Di sana akan dilihat apakah susu dimaksud untuk konsumsi anak, orang dewasa, atah susu untuk bahan pembuat makanan.

"Karena itu literasi itu penting, kemampuan masyarakat membaca dan memahami itu penting. Jangan sampai karena tidak memahami, lalu mengandalkan kebutuhan protein dan kalsium anak hanya dari susu kental manis, lha ini bahaya," ujar dia.

Menurut dia kasus-kasus gizi buruk dan masalah gizi anak di negeri ini tak kunjung usai salah satunya kekurangan konsumsi susu. Meski sebelumnya Pemerintah optimis dapat menurunkan angka tengkes (stunting) menjadi 14 persen pada 2024, namun pandemi Covid-19 yang melanda sejak 2020 meningkatkan kembali angka prevalensi tengkes (stunting) di beberapa daerah.

dr Hendrawan memaparkan, seharusnya tidak ada alasan pembiaran atas kasus gizi buruk dan tengkes, apabila banyak pihak seperti organisasi-organisasi di dalam masyarakat terlibat dalam proses edukasi. Ia mengingatkan bahwa edukasi untuk ibu dan anak adalah hal yang kompleks di Indonesia, terutama mengedukasi masyarakat tentang asupan makanan untuk anak dan keluarga.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top