Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ancaman Krisis Air I Puluhan Hektare Lahan Pertanian Terancam Puso

Kekurangan Air Mulai Terjadi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Persoalan minimnya ketersediaan air di sejumlah wilayah mulai terjadi dan mengancam penurunan produktivitas pertanian dan mengganggu kesehatan masyarakat.

BANDUNG - Sejumlah wilayah di Pulau Jawa mulai merasa kesulitan mendapatkan air bersih sehingga pemerintah meminta semua pihak untuk melakukan antisipasi ancaman kekeringan selama musim kemarau. Kesulitan air bersih mulai terasa di wilayah Jawa Barat, seperti Bandung, Cianjur, dan wilayah Banten, serta Gunung Kidul, Jawa Tengah.

Terkait antisipasi minimnya pasokan air bersih, Gubernur Jawa Barat, M Ridwan Kamil, menginstruksikan para bupati dan wali kota di wilayahnya mengantisipasi dampak kekeringan selama musim kemarau. "Saya sudah koordinasikan para bupati dan wali kota untuk mengantisipasi masalah kekeringan," katanya seusai melakukan pertemuan dengan Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Barat, Dody Herlando, di Gedung Negara Pakuan, Bandung, Rabu (3/7).

Guna memastikan kebutuhan irigasi di setiap kabupaten/kota terpenuhi, Gubernur meminta para bupati dan wali kota melakukan penyesuaian untuk mengefisienkan penggunaan air. "Sehingga persawahan bisa mendapatkan air meski tak semaksimal dulu, jangan sampai habis sama sekali," kata dia.

Data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jawa Barat menunjukkan hingga 28 Juni 2019 dari 573.842 hektare lahan pertanian di Jawa Barat, ada 52.983 hektare yang terancam kekeringan dan 82 hektare lahan yang puso pada musim kemarau tahun ini. "Secara umum, daerah yang mengalami kekeringan adalah area sawah dengan kondisi irigasi yang rusak," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jawa Barat, Hendi Jatnika.

Bencana kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Cianjur, Jawa Barat, yang mengakibatkan sulitnya mendapatkan air bersih menyebabkan warga mulai mengeluhkan penyakit kulit dan muntaber yang juga disebabkan tingkat kesadaran warga untuk menjalankan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih rendah.

Memasuki musim kemarau, puluhan kepala keluarga di sejumlah desa di Kecamatan Cibeber mengalami kesulitan mendapatkan air bersih akibat ambrolnya saluran irigasi dan keringnya sumber mata air yang ada. Camat Cibeber, Ali Akbar, pada wartawan di Cibeber, Rabu, mengatakan rusaknya irigasi mengakibatkan aliran air dari sungai tidak normal, sehingga berdampak terhadap kolam dan selokan kecil yang mengering.

Ancaman kekeringan juga mengundang perhatian Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Relawan ACT mendistribusikan sebanyak 50 ribu liter air bersih ke Gunungkidul, Yogyakarta, untuk mengurangi dampak kekeringan yang semakin parah melanda Pulau Jawa dan Nusa Tenggara.

Koordinator Tim Program ACT DIY, Kharis Pradana, mengatakan untuk memudahkan pendistribusian air bersih ke empat kecamatan, ACT menggunakan truk tangki yang dapat membawa lima ribu liter untuk sekali jalan.

Pola Tanam

Kesulitan air bersih, juga dirasakan oleh masyarakat di Banten, Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Banten mengimbau para petani yang masih dalam proses pengolahan sawah atau lahan agar mempercepat pola tanam padi. Kadis Pertanian Provinsi Banten, Agus M Tauchid, di Serang, mengatakan hingga saat ini pihaknya terus berupaya mengantisipasi angka kekeringan tanaman padi di Banten yang saat ini angkanya sudah mencapai sekitar sembilan ribu hektare, lokasi sawah kekeringan tersebut paling banyak di Kabupaten Pandeglang, Lebak, dan Kabupaten Serang. Ant/E-12

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top