Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kejati Banten Tetapkan 4 Tersangka Pengemplang Pajak di Samsat Kelapa Dua, Praktisi Hukum : Penetapan Tersangka Berpotensi Dipraperadilkan

Foto : istimewa

Para tersangka pengemplang pajak saat digiring ke rumah tahanan Pandeglang.

A   A   A   Pengaturan Font

SERANG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pengempangan pajak kendaraan bermotor di kantor Sistem Adminatrssi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Kepala Kejati Banten Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, pihaknya telah menetapkan empat orang tesangka dan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Pandeglang, setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan sejak tanggal 20 April 2022.

Keempat orang tersangka tersebut telah ditahan oleh Kejati Banten berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Nomor PRINT-379/M.6.Fd.1/04/2022 tanggal 21 April 2022 yang ditandatangani oleh Kepala Kejati Banten Leonard Ebenezer Simajuntak.

Keempat tersangka tersebut adalah, Zulfikar selaku Kasi Penagihan dan Penyetoran Samsat Kelapa Dua, Ahmad Prio sebagai staf di Samsat, Muhamad Bagja Ilham selaku honorer bagian kasir di Samsat, dan Budiono merupakan swasta yang membuat aplikasi di Samsat.

Leonard mengatakan, selain sudah menetapkan tersangka dan dilakukan penahanan, pihaknya juga masih mempelajari mengapa Pemprov Banten menerima uang pengembalian dari hasil pengemplangan pajak tersebut. Sebab secara tagihan pajak para pembayar pajak sudah membayar sesuai dengan kewajiban.

"Untuk pengembalian, kami sedang mempelajari mengapa ini dikembalikan, kemana ini dikembalikan, dan apa dasar pengembalian. Karena tahun 2021 sudah selesai, si pemohon sudah membayar pajak sesuai klasifikasi," ujar Kajati, Sabtu (23/4).

Pihaknya juga mempertanyakan, mengapa uang tersebut diterima oleh Pemprov Banten. Maka dari itu, Kejati Banten akan terus mempelajari berkaitan dengan uang yang dikembalikan oleh para pembajak sebesar 5,9 miliar rupiah.

"Kenapa ini diterima? Ini yang sedang kami terus dalami. Dan mengapa ini bisa diterima di tempat itu. Jadi kami akan terus mempelajari itu, dan akan kami lihat bagaimana perkembangan uang yang ada di tempat itu," ucapnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Banten Moch Ojat Sudjarat menduga, ada aktor intelektual dibalik pengembalian kerugian daerah dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pajak di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Pasalnya, dalam hitungan hari setelah kasus itu mencuat ke publik keempat tersangka yang kini sudah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mampu mengembalikan kerugian daerah sebesar 5,9 miliar rupiah. "Kami menduga ada aktor intelektual yang memberikan masukan kepada para tersangka, agar dana hasil dari dugaan korupsi tersebut di simpan di Bapenda," ungkap Ojat, Minggu (24/4).

Ia mengatakan, ada dua pertimbangan hukum yang menjadi dasar keberatan pihaknya atas diterima uang pengembalian tersebut oleh Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Banten.Yaitu, dasar hukum apa Bapenda menerima dana pengembalian senilai 5,9 miliar rupiah tersebut? Hasil dari perhitungan instansi mana bisa keluar kerugian negara sebesar 5,9 miliar rupiah? "Bapenda bukan lembaga atau Instansi yang memiliki kewenangan untuk menerima dana pengembalian atas kerugian negara/daerah," cetusnya.

Ia menuding, adanya dana titipan yang diduga berasal dari hasil kejahatan dan pihak yang menerima tahu dana tersebut, merupakan dari hasil suatu kejahatan, maka patut diduga merupakan tindak pidaa pencucian uang sebagaimana dimaksud pada pasal 3 UU TPPU. "Kami menduga, jika pengembalian dana yang dititipkan di Bapenda Provinsi Banten adalah upaya seakan-akan masalah penggelapan pajak ini sudah selesai karena sudah tidak ada kerugian negaranya," kata Ojat.

Ia menegaskan, pengembalian kerugian negara dalam kasus dugaan manipulasi pajak kendaraan bermotor di Samsat Kelapa Dua tidak bsia menghapus tindak pidana yang dilakukan, karena sudah ditemukan mens rea atau niat jahat pelaku untuk memperkaya diri dengan mengemplang uang pajak daerah."Jadi kasus ini tidak bisa diselesaikan melalui restorative justice, karena sudah merugikan keuangan negara mencapai miliaran rupiah," cetusnya.

Bahkan, pihaknya meminta kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk menelusuri aliran dana korupsi tersebut, dan para tersangka bisa dijerat dengan UU Nomor 8 tahun 2010, Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. "Kami akan melayangkan surat kepada PPATK untuk mengusut aliran dana korupsi di Samsat Kelapa Dua, dan para tersangka bisa dijerat dengan tindak pidana pencucian uang," tegasnya.

Terpisah, praktisi hukum Daddy Hartadi SH mengatakan, penetapan tersangka dan penahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, sebelum adanya hasil audit kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Inspektorat dalam kasus dugaan korupsi di kantor Sistem Adminstrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, berpotensi dipraperdilkan oleh para tersangka.

Pasalnya, kata Daddy, penetapan tersangka dan penahan dalam kasus korupsi harus didahului adanya kerugian negara hasil audit dari lembaga yang berwenang sebagai syarat materil sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV)2016 yang membatalkan kata "dapat" diatur dalam pasal 2 dan pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Penyidikan tindak pidana korupsi yang dilanjutkan dengan penetapan tersangka dengan tidak didahului adanya penetapan kerugian negara, maka akan membuka ruang besar untuk dilakukan upaya hukum praperadilan oleh para tersangka, karena penetapan tersangkanya dianggap cacat hukum dan tidak sesuai dengan Pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor," terang Daddy, Minggu.

Daddy menambahkan, jika kerugian negaranya tidak dapat dibuktikan maka delik tersebut menjadi tidak terpenuhi. "Jadi seyogiyanya dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi uang pajak kendaraan bermotor di Samsat Kelapa Dua, haruslah terlebih dahulu ditetapkan adanya kerugian negara oleh badan pemerintah yang berwenang, yaitu BPK, baru bisa dilakukan penyelidikan dan penyidikan atas kasus dugaan korupsi tersebut," tegasnya.(*)


Redaktur : Sriyono
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top