Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kebijakan Konten Lokal Tak Jalan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Presiden Joko Widodo kembali mengeluhkan tentang tidak berjalannya kebijakan penggunaan produk dalam negeri atau tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), khususnya dalam pengadaan barang dan jasa di kementerian, lembaga, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Presiden bahkan mengungkap TKDN hanya menjadi sekadar kebijakan teknis administratif untuk melengkapi syarat dalam pengadaan barang dan jasa.

Tak cuma mengeluhkan TKDN di depan para menteri yang ikut Rapat Kabinet Terbatas itu, Presiden malah sudah menyiapkan peraturan presiden (perpres) yang berisi kewajiban kepada kementerian, lembaga, dan BUMN untuk menggunakan barang dalam negeri. Kabarnya, perpres ini akan segera diluncurkan dalam satu atau dua pekan ke depan. Isinya, selain mempertegas TKDN, Presiden juga menyiapkan kewajiban dan sanksi bagi kementerian, lembaga, dan BUMN yang tidak menggunakan komponen lokal.

Perpres itu sebagai upaya optimalisasi penggunaan produk dalam negeri sehingga proyek nasional dapat menjadi ajang penyerapan tenaga kerja nasional sekaligus penghemat devisa. Bahkan, industri substitusi impor bisa terbangkitkan kembali.Presiden sah-sah saja mengancam para menteri yang tidak melaksanakan TKDN. Sebab, kewajiban yang bisa meningkatkan daya saing produk nasional ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, tepatnya 23 Februari tahun lalu. Artinya, sudah setahun berjalan, tapi para menteri, kepala lembaga, dan BUMN mengabaikan kebijakan Presiden itu.

Keinginan Presiden agar TKDN menjadi kebijakan strategis memang mesti didukung. Sebab, selain kebijakan ini meningkatkan rasa pada produk dalam negeri, pada prosesnya memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan nasional, di antaranya penguatan industri nasional serta membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Lebih dari itu, dengan menerapkan TKDN akan membantu produsen dalam negeri meningkatkan kualitas sejajar dengan standar internasional. Artinya, apabila para pembantu Presiden konsisten dalam menjalankan kebijakan TKDN, bukan hanya penting untuk mengurangi kebergantungan pada produk-produk impor, tapi bisa juga mendorong masuknya investasi di sektor industri subtitusi impor. Selain itu, terjadi transfer teknologi, menghidupkan industri pendukung bahkan energi baru, membuka lapangan pekerjaan, dan muara akhirnya adalah pergerakan roda perekonomian nasional kita.

Diharapkan, prioritas TKDN juga berlangsung di sektor pangan. Sebab, selain akan mengurangi kebergantungan pada impor sekaligus juga menyejahterakan petani nasional. Apabila petani sejahtera, kemiskinan di perdesaan yang selama ini menjadi kantong kemiskinan bakal berkurang sehingga pada akhirnya mempersempit jurang ketimpangan ekonomi di Indonesia.

Pengembangan substitusi impor pangan tidak hanya mendukung ekonomi kerakyatan, tapi juga menekan praktik rent seeking yang melanggengkan impor tanpa kendali. Dengan mendorong subtitusi impor akan mengurangi kebergantungan kita akan bahan pangan impor, memperkuat agro industri yang seharusnya menjadi basis ekonomi kerakyatan.

Apabila sektor agribisnis berkembang pesat, akan memacu ekonomi rakyat di perdesaan sehingga meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memperbaiki daya beli petani. Pembangunan substitusi impor pangan sekaligus bisa mengurangi praktik rent seeking impor yang banyak dilakukan pengusaha kroni. Apalagi, jika upaya tersebut dibarengi dengan penerapan tarif impor pangan yang lebih tinggi maka pendapatan negara pun terbantu.

Melalui substitusi impor maka devisa impor pangan sebesar 12 miliar dollar AS setahun yang semula dihamburkan untuk petani asing bisa dialihkan dan dinikmati petani nasional dengan membeli produk pangan dalam negeri. Tanah terlantar juga bisa dimanfaatkan untuk pembangunan pangan nasional, terutama untuk substitusi impor. Terpenting adalah Presiden dan para pembantunya konsisten menggunakan produk dalam negeri.

Komentar

Komentar
()

Top