Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Legalisasi Brida -- Dipastikan Tidak Ada Tumpang Tindih dengan BRIN

Kebijakan Daerah Hendaknya Berbasis Riset

Foto : istimewa

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah segera merampungkan regulasi Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida). Prosesnya dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Kementerian Dalam Negeri. Dengan begitu, diharapkan setiap kebijakan daerah berdasarkan hasil riset, tidak hanya dari kepala daerah.

Demikian disampaikan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR, di Jakarta, Rabu (23/3). "Kami sedang memfinalkan regulasi Brida seluruh Indonesia bersama kemendagri," ujarnya. Dia menyebut, regulasi akan ditandangani akhir April.

Laksana menyatakan, secara kelembagaan Brida tidak berada di bawah BRIN, tapi menjadi organ vertikal bagi pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Meski begitu, dia menekankan, pembentukan Brida beserta programnya harus terintegrasi dengan BRIN. Maka, BRIN masih bisa melihat aktivitas Brida seluruh Indonesia. "Jadi, petunjuk teknisnya dengan peraturan kepala BRIN, tapi payung besar ada di Kemendagri," jelasnya.

Lebih jauh, Laksana menerangkan, Brida jadi agen BRIN untuk membawa problem daerah ke pusat. BRIN bisa segera mencarikan solusi baik di daerah atau dari nasional ke daerah.

"Itu yang jadi filosofi semangat Brida," ucapnya.

Dia menjelaskan, anggaran Brida sepenuhnya berasal dari pemerintah daerah, bukan dari BRIN sebab tidak boleh ada dana dari kementerian/lembaga pusat ke daerah. "Tapi programnya dari BRIN. Kita pastikan tidak ada tumpang tindih dan bisa bersinergi," tandasnya.

Plt Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi, Agus Haryono, mengatakan, Brida dibentuk sebagai tulang punggung daerah dalam menyusun kebijakan berbasis riset. Dengan begitu, kebijakan daerah tidak serta merta hanya berdasarkan keinginan kepala daerah. "Dengan terbentuknya Brida, seluruh kebijakan daerah hendaknya didasarkan hasil riset," katanya.

Awasi HET

Sementara itu, Deputi III KSP, Panutan Sulendrakusuma, minta pemerintah daerah dilibatkan mengawasi pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah sebesar 14 ribu rupiah di pasar, agar tidak ada lagi penjual memasang harga lebih tinggi. "Pelibatan pemda menjadi sangat penting agar penyaluran minyak goreng curah di pasar-pasar tradisional berjalan lancar," katanya

Menurut dia, keterlibatan pemda akan membuat pengawasan HET minyak goreng curah lebih maksimal dan terstruktur. Saat ini masih terdapat praktik penjualan minyak goreng curah di atas HET. Terkait pelibatan pemda, Panutan sudah sampaikan pada rakor bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Satgas Pangan, beberapa hari lalu.

Selama ini, minyak goreng curah tersedia di pasar-pasar tradisional. Jika pengawasan kebijakan HET hanya dilakukan pemerintah pusat tanpa melibatkan pemda, akan sulit mengontrol dan memastikan HET di lapangan.

"Kalau Pemda dilibatkan, bisa memerintahkan pengelola pasar ikut mengawasi distribusi dan HET. Hasilnya pemda tinggal melaporkan ke pusat. Hanya, ini perlu koordinasi dengan kemendagri juga," kata dia.

Panutan menginformasikan, ada 42 produsen mendaftar sebagai pemasok minyak goreng curah dengan HET 14.000. Menurutnya, dalam sehari diperlukan 7.000 ton minyak curah.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top