Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Mitigasi Risiko | IMF Perkirakan Indonesia Jauh dari Risiko Resesi pada 2023

Kebijakan Antisipatif Disiapkan

Foto : ISTIMEWA

Menteri Koordinator (Men­ko) bidang Perekonomian, Air­langga Hartarto

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah menyiapkan kebijakan antisipatif menghadapi tantangan perekonomian tahun ini. Upaya tersebut dimaksudkan agar ekonomi tetap dapat tumbuh sebesar 5,3 persen di saat banyak negara di dunia menghadapi pelambatan pertumbuhan atau bahkan terperosok ke tubir resesi.

Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah akan meningkatkan kinerja industri berorientasi ekspor yang semakin berdaya saing, terutama bagi tiga primadona ekspor, yakni nikel, kelapa sawit dan turunannya, serta batu bara.

"Selain itu sebelumnya pemerintah juga telah menetapkan kebijakan larangan ekspor bauksit yang akan berlaku mulai Juni 2023. Mengingat sebagian besar kebutuhan alumina masih impor, pembangunan smelter di dalam negeri menjadi prospek yang menjanjikan," kata Menko Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi, di Jakarta, Rabu (19/1).

Untuk mendorong percepatan pembangunan smelter, pemerintah akan mengidentifikasi dan merumuskan dukungan kebijakan terutama yang terkait dengan kebijakan insentif fiskal. "Karena memang harga bauksit itu relatif rendah, ya di bawah 60 dollar AS per ton, tetapi kalau dia sudah menjadi aluminium bisa di atas 2.300 dolar, jadi nilai tambahnya luar biasa. Dan kedua, pemerintah menyadari bahwa sebagian daripada eksportir itu melakukan investasi yang tidak sepenuhnya direalisasikan," kata Menko Airlangga.

Dia menyinggung mengenai ketetapan lama periode menahan valas dan sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diatur dalam PBI Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor dan PP Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.

"Kalau devisanya parkir di negara sendiri, seperti Thailand itu mewajibkan parkir 3 bulan, nah itu akan memperkuat cadangan devisa kita dan akan memperkuat kurs rupiah, inilah yang diperlukan di tahun 2023," ujar Menko Airlangga.

Dengan ekspor yang baik dia berharap cadangan devisa bisa disimpan di dalam negeri dengan tingkat suku bunga tertentu dari sistem perbankan yang ditopang oleh Bank Indonesia (BI). "Memang ada permintaan BI, agar Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 terkait dengan devisa ini direvisi. Nah, kami sedang mempersiapkan itu," ungkap Menko AIrlangga Hartarto.

Prospek Pertumbuhan

Pada kesempatan lain, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastiowo optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan mencapai 5 persen dibanding periode sama tahun lalu atau year-on-year (yoy). "Artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini cukup bagus dibanding banyak negara dan global yang diperkirakan hanya akan bertumbuh 2 persen sampai 3 persen (yoy)," kata Yustinus dalam "Podcast Cermati Episode 7" yang dipantau secara daring di Jakarta, kemarin.

Bahkan, lanjut dia, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan sepertiga negara di dunia akan mengalami resesi pada tahun ini dan Indonesia jauh dari ancaman tersebut meski tetap harus waspada.

Optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tak terlepas dari penyangga yang kuat yakni salah satunya penerimaan pajak yang bisa mencapai target dua tahun berturut-turut pada 2021 dan 2022 meski dalam masa sulit.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top