Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pertambahan Penduduk I Pertanian Vertikal Solusi Ancaman Ketersediaan Pangan

Keamanan Pangan Lama Diabaikan karena Terlena Impor

Foto : ANTARA/Basri Marzuki

Mengancam Ketahanan Pangan I Petani mencabut bibit padi dari persemaian untuk persiapan tanam di Desa Baluase, Sigi, Sulawesi Tengah, beberapa waktu lalu. Produktivitas pertanian yang terus menyusut menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional.

A   A   A   Pengaturan Font

» Penurunan kualitas tanah menyebabkan produktivitas beras relatif stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.

» Perlu terobosan dan inovasi dengan orientasinya tidak hanya pada produksi, tetapi juga pada kesejahteraan petani.

JAKARTA - Indonesia dipastikan akan menghadapi tantangan keamanan pangan, baik saat ini maupun di masa mendatang, karena populasi penduduk yang terus bertambah, sedangkan produktivitas pertanian terus menurun.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (31/7), mengatakan dengan proyeksi peningkatan penduduk sebesar 50 juta jiwa dalam dua dekade mendatang maka ketersediaan pangan di Indonesia semakin terancam. Kondisi tersebut tidak terlepas dari menurunnya kualitas tanah dan berkurangnya jumlah petani, yang berakibat pada penurunan produksi serta kenaikan harga pangan.

Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam produktivitas beras beberapa dekade terakhir, namun pertumbuhan itu jelasnya relatif stagnan dalam 10-15 tahun terakhir.

Degradasi tanah, terutama disebabkan oleh eksploitasi berlebihan, telah menjadi perhatian utama, khususnya di wilayah Jawa. Menurut data Bulog, ancaman krisis pangan kian terasa, khususnya dari sisi penurunan produksi tanaman pangan.

Sebagai contoh, produksi beras nasional dari Januari-April 2024 menurun 17,74 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dari 22,55 juta ton menjadi 18,55 juta ton. Karena itu, Bayu menyatakan perlu ada intervensi untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi.

Data menunjukkan bahwa penerapan bioteknologi dalam pertanian telah berhasil meningkatkan pendapatan petani secara signifikan. Sebagai contoh, pada 1996 hingga 2018, bioteknologi mampu meningkatkan nilai produksi pertanian sampai 225 miliar dollar AS.

"Tapi kuncinya, teknologi itu harus bisa diterapkan dan digunakan oleh para petani. Karena pada akhirnya yang memproduksi pangan adalah para petani," jelas Bayu.

Biotechnology and Seed Manager CropLife Indonesia, Agustine Christela, menambahkan bahwa penerapan benih bioteknologi memungkinkan petani untuk meminimalisir potensi kehilangan hasil. Benih bioteknologi dirancang untuk memiliki sifat unggul. Artinya, ketika ditanam, tanaman yang dihasilkan bisa lebih resisten terhadap hama, gulma, penyakit, ataupun kondisi lingkungan ekstrem.

Menurut Agustine, dengan pemanfaatan benih bioteknologi, potensi kehilangan hasil pertanian bisa ditekan hingga 10 persen, yang berarti ada peningkatan produksi panen yang signifikan bagi petani di lahan terbatas.

Berbanding Terbalik

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, yang diminta pendapatnya mengatakan bahwa laju pertambahan penduduk yang berbanding terbalik dengan produktivitas pertanian yang terus menyusut memang menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional.

"Kita telah membiarkan itu sekian lama karena terlena oleh solusi impor," kata Dwijono.

Dwijono mengatakan mulai saat ini dibutuhkan solusi inovatif, seperti optimalisasi lahan pekarangan dan perbaikan lahan marginal agar dapat dimanfaatkan untuk produksi hasil pertanian melalui konsep pertanian vertikal.

"Beberapa percobaan di beberapa daerah sudah mengarah ke pemanfaatan atap rumah untuk memproduksi bahan pangan dalam rangka memanfaatkan area untuk pangan selain pekarangan atau homeyard," jelasnya.

Selain itu, dia menekankan pentingnya pemanfaatan pupuk organik sebagai alternatif untuk memperbaiki produktivitas lahan pertanian yang menurun. Ia juga menyarankan perbaikan benih ke arah benih berkualitas (bersertifikat) dan perbaikan saluran irigasi yang lancar sebagai langkah strategis untuk meningkatkan hasil pertanian.

Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan semua pihak harus sadar bahwa ancaman krisis pangan itu nyata, senyata dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang mengancam ketersediaan pangan juga.

"Makanya perlu gerakan bersama revitalisasi kedaulatan pangan untuk memperbaiki produksi, tata niaga/distribusi, dan konsumsi pangan lokal," kata Awan.

Kesejahteraan Petani

Pada kesempatan yang berbeda, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, mengatakan masalah yang terjadi saat ini harus menjadi perhatian utama. Sebab, faktanya sektor pertanian (pangan) menjadi tiang penyangga negara selama ini.

Dia pun berharap kebijakan dan program yang inovatif akan mendorong peningkatan produksi, termasuk kesejahteraan petani agar mereka termotivasi untuk menanam.

"Perlu terobosan dan inovasi dengan orientasinya tidak hanya pada produksi, tetapi juga pada kesejahteraan petani tadi," kata Said.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengakui masalah kesuburan yang menurun. Sebagai contoh, sebagian besar tanah kita kandungan bahan organiknya di bawah 5 persen. Begitu juga potential of hydrogen (pH) tanahnya cenderung asam. Potential of hydrogen (pH) merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan tingkat keasaman atau unsur basa suatu tanah.

Tingkat pH tanah mempengaruhi ketersediaan nutrisi bagi tanaman serta aktivitas mikroorganisme dalam tanah.

"Perlu upaya untuk meningkatkan pH tanah dan kandungan bahan organik. Ini semua harus dilakukan untuk meningkatkan produksi," tegasnya.

Dia juga berharap penguatan cadangan pangan sebaiknya dikembangkan sampai di tingkat desa, apalagi desa sudah punya dana desa yag bisa dialokasikan untuk ketahanan pangan termasuk cadangan pangan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top