Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Keadilan bagi Murid

Foto : ANTARA/AHMAD SUBAIDI
A   A   A   Pengaturan Font

Andai saja keputusan bersama Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas soal penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah berjalan terus, sungguh merupakan sebuah keadilan sekolah. Maksudnya, itu keadilan untuk para murid dalam mengenakan pakaian saat bersekolah.

Siswa tidak boleh dipaksa untuk mengenakan jilbab. Sebaliknya, siswa tidak boleh dilarang mengenakan jilbab. Itulah sebuah kesetaraan dan kesamaan perlakuan sekolah kepada peserta didik. Apalagi, esensi pendidikan adalah moral, karakter, dan intelektualitas, bukan jenis atau cara berpakaian.

Sebagaimana diberitakan ketiga menteri tersebut mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Isi SKB, antara lain mengatur ketentuan mengenai pemakaian seragam di sekolah negeri. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih, antara: a) seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau b) seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Tekanan penting adalah poin "Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama." Kemudian, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

Setelah melewati Orde Baru dan Orde Reformasi, baru sekaranglah pemerintah berani memberikan hak-hak sepenuhnya kepada para siswa sekolah negeri yang selama ini kadang berada dalam pemaksaan dari sejumlah pemerintah daerah. Selama ini, pemerintah daerah seperti ada yang merasa berhak untuk sesukanya mengeluarkan ketentuan seperti yang heboh di sejumlah daerah atas pemaksaan siswa untuk mengenakan jilbab, termasuk nonmuslim.

Pemerintah daerah harus berjiwa besar untuk menerima SKB ini dan tidak merasa "dikalahkan" karena ketentuan ini justru untuk meluruskan berbagai ketentuan pemda yang menyimpang. Untuk itu, yang tak kalah penting adalah pengawasan dari poin lain ketentuan SKB, yaitu pengawasan implementasinya.

Ketentuan "Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka terdapat sanksi yang diberikan kepada pihak yang melanggar. Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota. Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta bantuan pemerintah" harus sungguh dicermati.

Semoga SKB ini dapat melahirkan sekolah yang nyaman dan homy bagi peserta didik dan bahkan para pendidik. Sekali lagi, tidak boleh ada yang merasa "dikalahkan" dari SKB tersebut. Sebab memang harus begitu yang sesungguhnya terlaksana di sekolah. Dengan nyaman dan kerasan, murid akan lebih mudah menyerap pelajaran. Semoga dengan demikian, sekolah mampu melahirkan lulusan yang berkarakter, bermoral, bertepo seliro, saling menerima, bersahabat dengan semua, dan intelek.

Komentar

Komentar
()

Top