Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
“Illegal Fishing” I Kapal STS-50 Merupakan Kapal Tanpa Bendera Kebangsaan

Kapal Buronan Interpol Ditangkap

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Selain melakukan illegal fishing, kapal STS-50 diduga melakukan pemalsuan dokumen kebangsaan kapal untuk menghindari pengawasan dan penegakan hukum.

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan illegal fishing atau Satgas 115 menangkap kapal pencuri ikan yang merupakan buronan Interpol. Kapal ini diduga kuat melakukan kejahatan lintas negara dan telah dua kali melarikan diri dari dua negara berbeda setelah ditangkap.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyebutkan penangkapan dilakukan setelah pada Kamis (5/4), Satgas 115 mendapatkan permintaan resmi dari Interpol melalui National Central Bureau (NCB) Indonesia untuk memeriksa kapal ikan STS-50 yang bergerak ke Indonesia.

Kapal STS-50 merupakan kapal ikan buruan Interpol yang juga terdaftar sebagai kapal IUU fishing dalam RFMO Convention for the Conservation of Antarctic Marine Living Resources (CCAMLR). "KAL Simeuleu dari TNI AL menghentikannya pada Jumat (6/4) pukul 17:30 WIB ketika STS-50 berada di sekitar 60 mil dari sisi Tenggara Pulau Weh," ungkap Susi, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Laporan Interpol menyebutkan sebelum ditangkap di Indonesia, STS-50 memiliki nama lain yaitu SEA BREEZE, Andrey Dolgov, STD No. 2, dan AIDA. Berdasarkan dokumen yang diterbitkan oleh Lloyd's List Intelligence (database kapal komersil), STS-50 terdaftar dimiliki oleh Marine Fisheries Corporation Company Ltd (registered owner), dan Jiho Shipping Company Limited (beneficial owner).

STS-50 terdaftar dimiliki Red Star Company Ltd, Dongwon Industries Company Ltd, STD Fisheries Company Ltd, dan Suntai International Fishing Company. Kapal STS-50 merupakan kapal tanpa bendera kebangsaan (stateless).

STS-50 menggunakan 8 bendera, yaitu Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina, dan Namibia. Selain melakukan illegal fishing, kapal STS-50 diduga melakukan pemalsuan dokumen kebangsaan kapal untuk menghindari pengawasan dan penegakan hukum.

Dari informasi yang didapatkan, kapal STS-50 terakhir mengibarkan bendera Togo, namun pemerintah Togo telah menolak identitas kebangsaan kapal tersebut. Saat ini pemerintah Togo berupaya membawa Nakhoda STS-50 ke pengadilan atas dasar dugaan pemalsuan dokumen dan pemalsuan identitas.

Sebelumnya, kapal ini pernah ditahan dan diperiksa oleh pemerintah Tiongkok pada 22 Oktober 2017 sebelum melarikan diri pada hari sama. Kemudian, pada 18 Februari 2018, STS-50 ditahan dan diperiksa oleh pemerintah Mozambik di Maputo Port sebelum kembali melarikan diri di hari yang sama.

Susi menjelaskan, berdasarkan crew list yang diberikan oleh Interpol, total jumlah ABK STS-50 adalah 20 orang yang terdiri dari 14 orang ABK warga negara Indonesia (WNI) dan 6 orang kru warga negara Russia yang merupakan Nakhoda dan Kepala Kamar Mesin kapal tersebut. Diduga kuat ABK WNI tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan antar negara atau paspor dan diindikasikan merupakan korban perdagangan orang.

Adapun kapal STS-50 membawa 600 buah alat tangkap gillnet yang siap digunakan, dengan panjang masing-masing alat tangkap sekitar 50 meter dan total panjang alat tangkap apabila dibentangkan mencapai 30 kilometer.

Jenis ikan yang menjadi target STS-50 adalah Antarctic Toothfish yang hanya dapat ditangkap oleh kapal dengan bendera kebangsaan anggota CCAMLR.

Lakukan Investigasi

Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman menambahkan Tim gabungan yang terdiri dari TNI AL, KKP, dan penyidik Polri di bawah koordinasi Satgas 115 segera melakukan penyidikan untuk mengkonstruksikan tindak pidana yang dilakukan.

"Kami akan bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok, Togo, Mozambik, dan Interpol untuk menindaklanjuti dugaan transnational organized fisheries crime," tutup Achmad.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top