Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Tinggi | Kemristekdikti Telah Menyusun Pedoman Riset

Kampus Diminta Kerja Sama dengan Cendikiawan Diaspora

Foto : ISTIMEWA

Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti), M Na­sir.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perguran tinggi di Tanah Air disarankan berkolaborasi dengan cendikiawan diaspora untuk memajukan kualitas pendidikan tinggi. Diharapkan dengan kerja sama ini mampu menempatkan perguruan tinggi Indonesia masuk jajaran tertinggi universitas penting atau berkualitas di dunia.

Imbauan tersebut disampaikan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir, meminta pada acara Simposium Cendikia Kelas Dunia, di Jakarta, Senin (113/8).

Dengan kerja sama dengan para cendikiawan diaspora diharapkan mampu membawa kemajuan Indonesia saat 100 tahun Indonesia merdeka atau pada 2045. Kemajuan di berbagai bidang, seperti pangan dan agrikultura, kesehatan, informasi dan komunikasi, nanoteknologi, transportasi, teknologi pertahanan, manajemen kebencanaan, serta humaniora.

Dalam kesempatan tersebut, Menristekdikti kembali menginginkan para cendikiawan diaspora untuk kembali ke Indonesia dengan paling tidak dua tahun sekali ikut membangun negaranya. "Kalau mau berkarier di luar silakan, tetapi bangun juga Indonesia," tandasnya.

Pada acara tersebut, 47 ilmuwan diaspora dari 12 negara bertemu dengan 55 perguruan tinggi negeri dan swasta.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti, mengatakan dalam acara tersebut para ilmuwan diaspora dapat menjalin relasi dengan sesama ilmuwan.

Para diaspora akan mendatangi kampus tujuan, untuk menginventarisasi masalah dan merencanakan fokus riset bersama dengan ilmuwan dalam negeri.

"Program bersama ilmuwan diaspora ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk pengembangan SDM Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen anak bangsa di mana pun mereka berada," kata dia.

Dia mengatakan selama ini manusia unggul Indonesia jumlahnya banyak, namun mereka terpencar-pencar dan tidak pernah berkolaborasi. Padahal, dengan kolaborasi para ilmuwan dapat bersama membangun negeri.

Menristekdikti mengakui bahwa selama ini masalahnya adalah keberpihakan. Pemerintah tidak pernah berpihak kepada diaspora, padahal mereka punya prestasi yang gemilang di dunia. Karena itu, ke depan Kemristekdikti berharap pada cendiakiawan diasopra yang berprestasi bisa mejadi pegawai di Indonesia.

"Karena itu, kami (Kemristekdikti) akan membuat beberapa kebijakan agar para diaspora bisa berkarier di Indonesia," katanya.

Nasir mengaku telah bertemu dengan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Asman Abnur, untuk dapat mengangkat para diaspora sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang jabatannya disesuaikan dengan pengalaman mereka bekerja.

"Jadi tidak dari nol lagi, pengalaman mereka bekerja di luar dapat dihitung sebagai lamanya bekerja sebagai pegawai. Usia mereka juga tidak dibatasi," kata Nasir.

Dia mengatakan pengalaman kerja mereka dapat dibuktikan dengan surat pernyataan saat dia menjadi diaspora.

Seperti Korsel

Nasir mengatakan Kemenristekdikti telah mampu menyusun satu pedoman riset atau global bussiness plan tentang apa yang harus dicapai Indonesia tepat pada 100 tahun usia kemerdekaan.

Pedoman riset, kata Menristekdikti, menjadi arah dan petunjuk, apa yang harus dicapai Indonesia di usianya yang tepat 100 tahun nanti.

"Saya bayangkan Indonesia dapat seperti Korea Selatan, tidak usah yang muluk-muluk mau luar biasa, bayangkan saja, Indonesia dapat seperti Korea Selatan," kata Nasir.

Karena itu, untuk mengejar ketertinggalan dan dapat menyamai Korea Selatan, harus kerja keras mengembangkan riset agar kemajuan Indonesia di bidang riset tidak seperti deret hitung, tetapi deret ukur.

Di bidang pangan dan pertanian, kata Nasir, harus dapat berusaha bagaimana agar segera dapat swasembada pangan. Di bidang kesehatan dan obat-obatan juga harus ikut maju, karena selama ini Indonesia sangat bergantung pada impor bahan baku," ujarnya.eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top