Kalau Tidak Efektif, Percuma Saja Cepat-cepat Diproduksi
Foto: ANTARA/JESSICA WUYSANGNegara-negara tengah berlomba mengembangkan vaksin Covid-19, begitu juga Indonesia. Selain bekerja sama dengan pihak asing, Indonesia juga mengembangkan vaksin dalam negeri yaitu vaksin Merah Putih yang dikerjakan kolaboratif antara Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan PT Biofarma.
Untuk mengupas perkembangan vaksin Merah Putih itu, Koran Jakarta mewawancarai Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro. Berikut petikan wawancaranya.
Dalam pengembangan vaksin, negara-negara lain sudah mulai tahap uji klinis ketiga. Bagaimana Anda menanggapi hal tersebut?
Perlu ditekankan dalam pengembangan vaksin ini kalau disebut persaingan, bukan persaingan. Indonesia sendiri butuh vaksin banyak sekali dan bisa jadi satu orang tidak cukup vaksinasi satu kali.
Dengan pandemi global, kebutuhan vaksin akan miliaran. Dengan begitu siapa yang bisa menghasilkan paling efektif itu paling penting. Bukan cepat saja. Percuma kalau cepat, tapi tidak efektif. Kita berupaya keduanya untuk vaksin Merah Putih. Di samping kita melihat bagaimana pengembangan yang ada di luar.
Terkait percepatan vaksin Merah Putih sendiri seperti apa?
Kita harapkan akhir tahun sudah uji hewan dan tahun depan uji klinik ke manusia. Karena bikin vaksin kan beda dengan bikin alat. Kalau buat vaksin, karena kita bicara sel dan makhluk hidup jadi tidak bisa direkayasa. Jadi memang pasti ada waktu yang dibutuhkan.
Kita juga memberi dukungan penuh kepada tim pengembangan vaksin Merah Putih agar mereka selain mendapat dukungan anggaran juga mendapat dukungan akses dan bahan yang dibutuhkan.
Tadi disebut Indonesia butuh vaksin dalam jumlah banyak, apakah pengembangan vaksin Merah Putih mampu memenuhi kebutuhan tersebut?
Kami sudah memastikan kesiapan pabrik vaksin di Biofarma. Dari sisi teknologi, mengingat vaksin Merah Putih dikembangkan dari protein rekombinan, kami ingin pastikan kesiapan teknologinya sesuai dengan platform tersebut.
Untuk kapasitas sendiri, tadinya Biofarma mampu 100 juta per tahun. Tapi, bisa ditingkatkan menjadi 250 juta. Jumlah tersebut kami perkirakan untuk penduduk 260 juta, maka hampir pasti kita harus memproduksi 300 juta dosis atau lebih.
Untuk mengantisipasi vaksin Merah Putih tidak mencukupi atau tidak sesuai bagaimana?
Biofarma juga melakukan penjajakan dengan produsen lain. Di negara manapun peneliti vaksin tidak bisa tergantung satu pengembangan. Jadi harus paralel dan multi track. Biofarma juga ikut koalisi yang namanya CEPI. Di koalisi tersebut nantinya kalau ada vaksin pertama atau paling cepat dan efektif akan ada jatah yang bisa dipakai Biofarma untuk kepentingan Indonesia.
Kami juga bekerja sama dengan Turki yang pengembangan vaksinnya luar biasa dengan mengembangkan semua platform yang ada. Ada tawaran juga dari Turki untuk uji klinis vaksin mereka atau join riset dan pengembangan dengan Eijkman. Jadi intinya tidak mungkin satu negara hanya bergantung satu pengembangan vaksin.m aden ma'rup/P-4
Redaktur:
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan
- 5 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
Berita Terkini
- Ridwan Kamil Ucapkan Selamat kepada Pramono-Rano: Kami Titipkan Aspirasi Warga DKI
- Akhirnya, Ridwan Kamil-Suswono Terima Hasil Pilkada Jakarta
- Legowo, Waketum Golkar Terima Kekalahan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta
- Huda Celios: Ekonomi 2025 Melambat, Kuncinya Tingkatkan Kualitas SDM
- Mendag Pantau Harga Bahan Pokok di Pasar Tradisional Manado Menjelang Natal