Kamis, 09 Jan 2025, 02:59 WIB

Junta Lancarkan Serangan Udara selama Sepekan

Sejumlah warga berkerumun dekat bangunan yang hancur akibat serangan udara junta  di Kotapraja Namhkham, Shan utara pada September lalu. Warga Myanmar pada Selasa (7/1) melaporkan bahwa junta telah melancarkan serangan udara mematikan selama sepekan

Foto: AFP/Facebook/MAI SO JAR 

YANGON - Junta yang berkuasa di Myanmar telah menolak proposal Tahun Baru untuk dialog politik yang diajukan oleh para pemberontak di Negara Bagian Rakhine dengan melakukan serangan udara mematikan selama sepekan, kata warga.

Para pengamat mengatakan bahwa tindakan militer setelah proposal tersebut menunjukkan bahwa junta tidak tertarik untuk melakukan pembicaraan, meskipun Panglima Tertinggi Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah sering menyerukan cara-cara politik untuk mengakhiri krisis.

Pada 29 Desember lalu, Tentara Arakan (AA) dan pemberontak merebut kota pantai barat Gwa dari militer, sebuah langkah besar menuju tujuan mereka untuk menguasai seluruh Negara Bagian Rakhine, dan kemudian mengatakan bahwa mereka siap untuk melakukan pembicaraan dengan junta, yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021.

Perebutan ini terjadi lebih dari sepekan setelah AA merebut pangkalan militer utama di Kota Ann pada tanggal 20 Desember, dan para pemberontak kini telah merebut 14 dari 17 kota di negara bagian tersebut, sehingga mendesak militer ke dalam kantong-kantong wilayah yang semakin sempit.

Pada 30 Desember lalu, AA mengatakan bahwa mereka terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan militer untuk menyelesaikan masalah internal Negara Bagian Rakhine melalui cara-cara politik dan bukan solusi militer, meskipun kelompok ini tidak secara khusus merujuk pada gencatan senjata.

Namun hingga Senin (6/1) lalu, militer telah melakukan setidaknya enam serangan udara ke kota-kota yang dikuasai AA di Ponnagyun, Ann, Gwa dan Myebon, sejak proposal perundingan diajukan.

“Serangan udara junta telah menewaskan 10 warga sipil dan melukai lebih dari selusin orang lainnya,” kata penduduk kepada kantor berita RFA pada Selasa (7/1).

Pada Minggu (5/1), serangan udara militer juga menyasar Desa Aung Zon Pyin, Ponnagyun, hingga menewaskan tiga anggota komunitas etnis Rohingya, termasuk seorang anak kecil, dan seorang penduduk perempuan, menurut narasumber yang enggan disebutkan jati dirinya karena alasan keamanan, seraya mengatakan bahwa serangan udara lainnya terjadi pada hari yang sama di Desa Taung Pauk di dekatnya.

Serangan udara tersebut terjadi setelah pengeboman militer pada tanggal 3 Januari terhadap sebuah rumah sakit di Kota Kan Htaung Gyi, Myebon, yang menewaskan seorang perempuan, kata penduduk setempat.

Dan pada Malam Tahun Baru atau sehari setelah proposal perundingan dilayangkan AA, jet-jet tempur junta membombardir Desa Yoe Ta Yoke di Ponnagyun hingga menewaskan lima warga sipil dan melukai 10 lainnya, kata penduduk.

Tolak Dialog Politik

Seorang komentator urusan militer di Negara Bagian Rakhine mengatakan bahwa pengeboman yang dilakukan oleh junta menunjukkan sikap tidak ada dialog politik, meskipun AA telah menawarkannya.

“Pengeboman baru-baru ini menunjukkan bahwa junta tidak berniat untuk terlibat dalam dialog politik,” kata komentator tersebut, yang juga menolak untuk disebutkan namanya. “Menargetkan warga sipil yang bukan bagian dari kelompok bersenjata manapun, merupakan tindakan yang jahat dan sangat tidak etis. Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi,” imbuh dia.

Pada November lalu, AA mengatakan bahwa sejak dimulainya serangan di Negara Bagian Rakhine pada 13 November 2023, serangan udara militer, serangan artileri, dan tembakan senjata ringan telah menewaskan lebih dari 700 warga sipil dan melukai lebih dari 1.500 orang lainnya. RFA/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Ilham Sudrajat

Tag Terkait:

Bagikan: