Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jumat Agung: Kubur Permusuhan

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh Erni Damayanti

Kemarin, bangsa Indonesia baru saja menyelenggarakan pesta demokrasi yang bersejarah karena menyatukan pilpres, pileg, dan DPD. Seluruh bangsa bergembira karena pemilu berlangsung lancar dan damai. Setelah beberapa bulan bangsa berperang urat syaraf, hari ini saatnya berangkulan, berjabat tangan, dan bersatu kembali sembari menanti apa pun hasilnya. Pada waktu bersamaan, hari ini, umat Kristiani memasuki "pesta" rohani merayakan trihari suci.

Hari ini disebut Kamis Putih di mana Yesus mengadakan perjamuan terakhir bersama murid-muridnya sebelum memasuki perjalanan berat untuk menderita, dihina, disalib, dan wafat pada hari Jumat Agung besok. Kamis Putih juga lambang kehadiran perintah baru bagi para murid untuk saling mengasihi satu sama lain. Mereka harus melayani seperti selama ini Sang Guru telah datang untuk melayani.

Itulah wasiat utama sebelum Yesus wafat pada Jumat Agung. Para murid harus mengasihi dan melayani sesama. Setelah memberi perintah baru, akhirnya, Yesus harus menghadapi kenyataan mengerikan sebuah perjalanan yang harus dilalui, sebelum peristiwa kebangkitan. Dia harus dihukum, dicambuk, dan diludahi. Bahkan, Dia harus memanggul salib - lambang beratnya dosa manusia yang harus ditanggung Yesus - ke Golgota dengan penuh cemooh masyarakat yang kecewa.

Rakyat kecewa karena Yesus gagal memulihkan kejayaan imperium Raja Daud. Sebagai puncak penolakan dunia kepada Putra Allah, Yesus harus mati disalib. Salib hanya untuk penjahat. Yesus disamakan dengan penjahat. Bagi masyarakat Yahudi, kematian muda menjadi aib keluarga. Ketika disalib Yesus masih muda, baru berumur 33. Lengkaplah citra buruk pada Diri Yesus.

Itulah yang terjadi besok pada hari Jumat Agung di mana seluruh umat Kristiani akan mereaktualisasi peristiwa penyaliban Yesus. Jumat Agung menjadi momen umat merefleksikan diri karena akibat dosa-dosa manusialah Yesus harus mengalami penyaliban.

Bersatu Kembali

Sebagai refleksi, setiap umat Kristiani juga harus "memanggul salib" masing-masing. Setiap orang Kristen bahkan harus "menyalibkan" diri. Lalu bagaimana cara setiap orang menyalibkan diri? Sebagai bangsa yang sempat seakan terpecah akibat perhelatan demokrasi, maka saatnya untuk bersatu kembali dengan meninggalkan kebencian dan syak wasangka.

Bersatu kembali dengan meninggalkan ego, permusuhan, dan menerima pemenang adalah bentuk-bentuk "memanggul" salib yang paling aktual untuk saat ini. Kematin Jumat Agung harus mampu mematikan mau menang sendiri dan mengubur permusuhan.

Mari berjabat tangan, berangkulan, dan bersenda-gurau lagi seperti sebelum pemilu. Mari ngopi bareng lagi. Tantangan ke depan jauh lebih besar. Kita harus langsung tancap gas membangun bangsa denga pertama-tama membangun semangat persaudaraan.

Nah, agar dapat mengikuti proses kisah sengsara Yesus, maka pada hari Kamis Putih yang dirayakan malam ini, umat Kristiani mengenangkan persiapan kisah sengsara dalam Perjamuan Terakhir. Sekali lagi di dalam Perjamuan Terakhir, Yesus memberi perintah baru supaya para rasul saling mengasihi.

Inilah dunia baru: dunia penuh kasih. Setiap umat harus saling mencintai. Antarsesama saling mencintai, tidak ada lagi permusuhan, tidak ada lagi mementingkan diri. Kasih menjadi hukum baru menggantikan hukum lama. Semua hukum lama, seluruh kejahatan, setiap tindakan negatif akan dikuburkan pada hari Jumat Agung.

Dengan begitu semua akan dapat ikut "bangkit" bersama Kristus pada hari Paskah dengan mengenakan baju baru: hidup saling mengasihi. Tidak boleh lagi ada dendam, benci, ego, dan iri hati. Semua saling berbagi, berbelarasa, dan berdamai.

Betapa indah hidup saling mengasihi. Ini akan menjadi energi tak terkalahkan sebagai modal membangun bangsa. Sebaliknya, perpecahan dan perselisihan hanya akan menjadi energi negatif dan kontraproduktif bagi modal membangun.

Segenap umat Kristiani harus mampu memanfaatkan Perjamuan Terakhir sebagai momen mendalami perintah baru. Sejauh mana selama ini sudah mengasihi sesama. Sejauh mana selama ini umat Kristiani berada di garda depan membangun persaudaraan, mengembangkan perdamaian dan meluruskan hati yang bengkok.

Hati yang bengkok karena penuh berisi hal-hal negatif harus diluruskan dengan mengelaborasi perintah baru. Jangan hanya mengasihi orang yang mencintai kita, umat harus mencintai juga mereka yang membenci dan memusuhi kita. Paus Fransiscus telah memberi contoh merendahkan diri dengan mencium tokoh-tokoh Afrika yang bertikai agar saling berdamai.

Paus tak segan-segan mencium kaki mereka sebagai upaya memohon dengan sungguh agar pertikaian di Afrika dihentikan. Sebab peperangan tidak pernah membuahkan apa-apa kecuali kessengsaraan dan penderitaan masyarakat.

Para pejabat dan pemimpin lainnya tak perlu ragu mencontoh langkah Paus untuk terus mengedepankan perdamaian. Prinsipnya, sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri. Pemimpin harus seperti Yesus bertugas melayanai masyarakat. Mereka tak boleh memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi fokus pada kepentingan rakyat.

Semoga semangat kenotik Yesus menjadi spirit dan praksis membangun peradaban kasih bagi masyarakat agar terjadi penghormatan pada martabat kemanusiaan. Paskah hari Minggu adalah pengangkatan harkat martabat manusia dari hamba menjadi sahabat. Mari memulainya dengan meneladani kasih Yesus yang tak segan membasuk kaki-kaki kotor para rasul pada Kamis Putih malam ini agar pantas mengenangkan wafat Yesus pada Jumat Agung besok. Penulis aktivis gereja

Komentar

Komentar
()

Top