Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kehidupan Berdemokrasi -- Kontestasi Politik Jangan Tonjolkan Identitas

Jokowi Minta Jaga Persatuan dan Kesatuan di Tahun Politik

Foto : istimewa

Presiden Joko Widodo

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan situasi di tahun politik harus betul-betul dijaga dengan baik agar tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa.

"Kita sudah masuk tahun politik yang harus kita jaga betul agar tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa," kata Presiden Jokowi dalam sambutannya secara daring di Perayaan Dharma Santi Nasional Tahun Saka 1945/Masehi 2023 dipantau di Jakarta, Jumat (12/5).

Jokowi mengatakan seluruh pihak patut bersyukur karena pandemi Covid-19 dan berbagai tantangan sulit telah ditangani dengan baik. Hal itu menyebabkan pulihnya aktivitas masyarakat, dan kembali bertumbuhnya perekonomian.

Menurut Jokowi, situasi bangsa yang kondusif harus terus dijaga bersama agar kedamaian dan kesejukan tetap terpelihara, terutama karena bangsa Indonesia sudah memasuki tahun politik menjelang pemungutan suara di Pemilu 2024.

"Karena itu saya mengajak umat Hindu di manapun berada untuk menjalankan dharma agama dan dharma negara dengan penuh kesadaran, melaksanakan kewajiban Sradha Bhakti sebagai umat beragama," kata dia.

Sejalan dengan itu, Jokowi juga mengajak agar umat Hindu menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa, menjaga NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.

Jokowi mengucapkan selamat haru suci Nyepi dan Tahun Baru Saka 1945 kepada seluruh umat Hindu di seluruh Tanah Air. "Hari suci Nyepi merupakan momen penting untuk menjaga keseimbangan buana alit dan buana agung serta mengingatkan kita untuk memperbaiki diri agar semakin baik, sehingga terlahir kembali sebagai pribadi-pribadi, yang baru yang lebih mulia," kata Presiden Jokowi.

Sebagaimana tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024 oleh KPU, pencalonan presiden dan wakil presiden dijadwalkan mulai dibuka 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR RI atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024 harus memiliki dukungan parpol/gabungan parpol yang sedikitnya memperoleh 115 kursi di DPR RI atau parpol/gabungan parpol Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah sekurang-kurangnya 34.992.703 suara.

Program Kerja

Sementara itu, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Fathul Wahid menekankan bahwa dalam kontestasi politik, pluralitas atau kemajemukan harus mendapatkan tempat, bukan justru menonjolkan identitas.

"Bukan menonjolkan identitas, melainkan program kerja dan gagasan, serta menjaga semangat inklusivisme," ujar Fathul saat peluncuran Kantor The Conversation Indonesia (TCID) di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, kemarin.

Menurut Fathul, tidak ada definisi tunggal untuk menerjemahkan istilah politik identitas. Namun, secara umum, kata dia, politik identitas dikaitkan dengan agenda, aksi, aktivisme politik yang di dalamnya berisi anggota kelompok berbasis identitas, mengorganisasi, dan memobilisasi diri untuk melawan ketidakadilan yang dialami karena struktur, sistem, dan praktik yang hegemonik.

Fathul menuturkan pelacakan literatur menemukan, bahwa ketika lahir pada 1970-an di Amerika, politik identitas merupakan gerakan untuk melawan ketidakadilan. "Sebagai contohnya adalah perjuangan perempuan kulit hitam di Amerika yang saat itu menjadi warga kelas dua, di bawah penindasan kulit putih," ujar dia.

Pada saat itu, lanjut Fathul, identitas didasarkan pada keadaan minoritas, ras, etnisitas, dan kelompok sosial lain yang merasa terpinggirkan. Dalam perkembangan selanjutnya, identitas didasarkan pada agama, kepercayaan, dan ikatan kultural yang beragam. "Yang diperjuangkan saat itu adalah kesetaraan untuk semuanya tanpa mengabaikan kepentingan bersama," tutur dia.

Sementara itu, bagi Fathul, patut dipertanyakan apakah praktik politik identitas yang dalam beberapa tahun terakhir banyak menghiasi ruang diskusi di Tanah Air mengabaikan kepentingan bersama atau tidak.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top