Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Tenaga Kerja

Jepang Permudah Kebijakan Visa Bagi Pekerja Asing

Foto : AFP/JIJI PRESS

PEKERJA ASING l Sejumlah pekerja asing asal Indonesia tiba di Bandara Internasional Narita di Prefektur Chiba, Jepang, beberapa waktu lalu. Pemerintah Jepang sejak 1 April lalu mempermudah kebijakan visa bagi pekerja asing untuk mengatasi krisis tenaga kerja dalam negeri.

A   A   A   Pengaturan Font

TOKYO - Akibat kekurangan jumlah tenaga kerja di dalam negeri, pemerintah Jepang akhirnya permudah kebijakan visa bagi pekerja asing yang sudah berlaku sejak 1 April 2019. Dengan kebijakan baru ini, lebih banyak pekerja asing akan masuk dan mengambil alih puluhan ribu jenis dan posisi pekerjaan kantoran, yang saat ini lowong.

Kelompok bisnis di Jepang menyambut kebijakan baru ini dengan kelegaan. Sementara, banyak juga kelompok masyarakat yang beranggapan bahwa pemerintah telah membuat keputusan yang salah.

Visa pekerja asing yang baru ada dua jenis. Keduanya mengharuskan calon tenaga kerja disponsori oleh perusahaan tempatnya akan bekerja di Jepang. Calon pekerja juga harus lulus berbagai tes, termasuk ujian bahasa Jepang.

Visa jenis ke-1 mengatur regulasi di 14 jenis industri, antara lain bisnis pelayanan makanan, konstruksi, pertanian, perikanan, bengkel kendaraan dan industri operasi mesin. Secara garis besar, visa jenis ke-1 diperuntukkan bagi mereka dengan kemampuan keterampilan yang terbatas.

Masa kerja akan dibatasi hanya sampai 5 tahun, dengan kemungkinan diperpanjang. Pekerja yang masuk kategori ini dilarang membawa anggota keluarga ke Jepang.

Visa jenis ke-2 diperuntukkan bagi pekerja dengan keterampilan. Mereka diizinkan untuk membawa anggota keluarga ke Jepang, jika memenuhi beberapa syarat tertentu.

Kebijakan baru pemerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe ini telah menuai banyak kecaman. Banyak yang mengatakan khawatir jika nantinya para pekerja asing akan menetap selamanya di Jepang. Namun, pemerintah memastikan bahwa pekerja asing ini hanya berada untuk sementara waktu dan mereka bukan imigran.

Darurat Pekerja

Analis industri berpendapat Jepang saat ini sedang mengalami darurat pekerja. Pemerintah Jepang menyiapkan sebanyak 47.550 visa kerja yang akan diterbitkan di tahun pertama regulasi ini berjalan. Masih ada sebanyak 345.000 visa kerja lainnya yang akan diterbitkan dalam lima tahun mendatang. Namun analis berpendapat angka ini masih belum cukup.

"Dari statistik pemerintah dan pelaku industri, keduanya menunjukkan bahwa pasar pekerja benar-benar kosong," kata Martin Schulz, senior ekonom untuk Fujitsu Research Institute di Tokyo, seperti dikutip dari kantor berita Deutsche Welle pada Kamis (11/4).

Schulz menambahkan permintaan pekerja juga berkaitan dengan ajang pesta olah raga Olimpiade di Tokyo, "Dengan pembangunan besar-besaran jelang Olimpiade Tokyo 2020, banyak perusahaan makin pusing. Mereka berusaha sangat keras untuk penuhi permintaan proyek yang sedang ditangani dan mereka jadinya menolak untuk mengambil proyek baru lainnya," ungkap dia.

Masalah kekurangan pekerja ini ada di semua sektor industri. Bahkan dalam penjelasannya, Schulz menyatakan hal ini juga berlaku bagi sektor ekonomi di pedesaan dan pertanian.

Tanda kekurangan pekerja yang paling serius mungkin bisa dilihat pada toko swalayan mini 24 jam yang ada di mana-mana di Jepang. Para pemegang izin tengah berjuang dengan bekerja lembur agar toko mereka tetap buka sesuai dengan perjanjian waralaba mereka. Dalam beberapa tahun belakangan, makin banyak perempuan memasuki dunia kerja. Juga makin banyak lansia menunda masa pensiun atau justru kembali ke perusahaan lama mereka karena tenaga mereka masih dibutuhkan.

Meski demikian, Schulz kembali menegaskan bahwa tetap saja masih banyak kekosongan posisi. Schulz menilai Jepang "tidak punya pilihan" selain membuka diri untuk pekerja asing.

"Bahkan dengan bantuan lebih banyak robot dan segala hal yang otomatis, tetap saja tidak ada cukup manusia," pungkas dia. DW/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top