Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jangan Terburu-buru, DPR Minta Kemenkes Pertimbangkan Nasib Pekerja Tembakau

Foto : istimewa

Banyak tenaga kerja di Indonesia menggantungkan hidupnya pada industri dan ekosistem pertembakauan.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mendukung perjuangan serikat pekerja yang menolak isi pengaturan tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan aturan pelaksana dari Undang Undang (UU) Kesehatan tersebut.

Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah mengatakan, banyak tenaga kerja di Indonesia menggantungkan hidupnya pada industri dan ekosistem pertembakauan. Maka, isi aturan produk tembakau di RPP Kesehatan diminta jangan sampai mengabaikan hak dan kepentingan mereka.

"Saya tidak setengah-setengah dalam hal ini. Mulai dari penyusunan, harmonisasi, pengambilan keputusan, sampai RPP ini saya akan kawal aspirasi Bapak-Ibu, terlebih karena banyak orang yang harus diselamatkan pekerjaannya, banyak anak yang terus bersekolah, banyak orangtua yang juga bergantung pada anggota keluarganya yang bekerja di tembakau, baik sebagai petani atau pekerja di pabrik," katanya dalam siaran persnya saat menghadiri "Workshop Advokasi Terintegrasi" yang digelar Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) di Bogor, Jawa Barat, akhir pekan lalu.

Nadlifah menilai sejumlah larangan terhadap produk tembakau yang terdapat dalam RPP Kesehatan dapat mematikan keberlangsungan industri tembakau. Meski dalam bentuk berbeda, pihaknya menilai ada upaya yang sama, seperti ketika RPP Kesehatan disusun, dengan menyetarakan antara produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika serta akhirnya pasal dimaksud dicabut.

"Yang harus dilakukan adalah Kemenkes ini harus membuat public hearing untuk RPP Kesehatan. Kalau urusan tembakau ini, pelaku usaha diajak bicara, serikat pekerja diajak bicara, petaninya diajak bicara. Harus ditimbang antara manfaat dan mudaratnya," sarannya.

Oleh karena itu, pihaknya mendorong serikat pekerja untuk segera menyampaikan usulannya terhadap aturan produk tembakau di RPP Kesehatan ini. Ia juga meminta agar Kemenkes tidak terburu-buru dalam menyusun dan mengesahkan aturan tersebut.

"Nggak bisa (terburu-buru) karena UU Kesehatan kemarin kan baru diputuskan satu bulan. Kami tidak mau yang tergesa-gesa, yang hasilnya tidak maksimal," tegasnya.

Sejumlah larangan bagi produk tembakau di RPP Kesehatan dinilai berpotensi mematikan industri tembakau sehingga dapat berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, mengungkapkan, pihaknya tidak pernah dilibatkan oleh Kemenkes dalam penyusunan RPP Kesehatan. Padahal, FSP RTMM-SPSI adalah salah satu pemangku kepentingan industri tembakau.

"Sebanyak 143 ribu anggota kami menggantungkan nasibnya pada sektor tembakau sebagai tenaga kerja pabrikan. Industri tembakau adalah sawah ladang kami, tempat kami mencari nafkah untuk itu keberadaannya akan terus kami perjuangkan!" tegasnya.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top