Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pertanian I Pemerintah Gelontorkan Dana di Atas Rp20 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi

Jangan Permainkan Petani dalam Distribusi Pupuk

Foto : Sumber: Kemenkeu – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan pupuk bersubsidi sudah sejak lama seolah tidak lepas dari masalah. Pendistribusiannya sering terlambat dan tidak tepat sasaran. Saat petani membutuhkan pupuk tidak tersedia. Ke depan, masyarakat harus mencermati bagaimana kenyataannya di lapangan.

"Jangan pernah mempermainkan petani dalam distribusi pupuk. Dosanya tak akan diampuni oleh Tuhan. Distribusi pupuk menjadi tantangan besar bangsa kita. Sebab, selama ini sering kita saksikan, apa yang dikemukakan di tingkat menteri belum tentu akan seirama dengan apa yang dilakukan di tingkat pelaksanaan," kata Dewan Penasihat Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub, kepada Koran Jakarta, Rabu (24/1).

Bagi petani, tambah Yakub, pupuk merupakan kebutuhan mendasar agar tanaman yang dibudidayakannya mampu memberi hasil produksi yang cukup tinggi. Namun begitu, penting dicatat penggunaan pupuk tetap harus mengacu pada konsep pemupukan yang berimbang, termasuk keseimbangan antara pupuk kimia dan pupuk organik.

Sebagai pegiat pertanian, Yakub tidak bisa tahu persis, mengapa setiap musim tanam tiba, para petani selalu mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Padahal, setiap tahun pemerintah selalu menggelontorkan anggaran di atas 20 triliun rupiah, sebuah jumlah anggaran untuk subsidi yang terbilang besar.

"Banyak pertanyaan yang hingga kini belum terjawab dengan memuaskan. Salah satunya, mengapa subsidi pupuk malah diberikan kepada pabrikan dan tidak langsung diberikan kepada para petani?" tandas Yakub.

Kebijakan pupuk bersubsidi, khususnya yang berhubungan dengan penerapannya di lapangan, jangan sampai dibuat rumit. Carilah langkah sederhana yang langsung dapat dilakukan petani. Kalau petani kebingungan dengan kartu tani, menurut Yakub, ya jangan dipaksakan.

"Bila cukup dengan menggunakan KTP, mengapa hal itu tidak dilakukan jauh-jauh hari. Kalau bisa yang praktis, buat apa melakukan yang rumit. Keberadaan pupuk dalam musim tanam kali ini, sangat menentukan pencapaian target produksi beras sebesar 35 juta ton. Itu sebabnya, kita tidak boleh main-main dalam melakoninya. Pupuk harus ada. Pupuk tidak boleh hilang dari peredaran," tandas Yakub.

Langsung ke Petani

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan hendaknya sekarang distribusi pupuk tidak lagi melalui distributor, tetapi langsung ke petani, yakni dengan cara membiarkan petani membeli pupuk sesuai yang diusulkan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK), lalu nota pembeliannya di-reimburse ke pemerintah melalui BRI atau Bank Pembangunan Daerah.

"Pembelian tersebut diganti sebesar subsidi pemerintah per kilogram. Jadi disebut bantuan pupuk langsung petani. Karena selama ini distributor juga ikut bermain dan yang dirugikan petani," tandas Dwijono.

Sementara pengamat pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan untuk mencegah penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi, terlebih dahulu harus ada kepastian ketentuan jumlah pupuk yang boleh untuk stok, baru kemudian mencegah permainan di tingkat petani dan aparat.

"Harus ada kejelasan berapa kuota stok yang dipersoalkan dalam distribusi di lini 3 (distributor) dan lini 4 (kios). Karena setiap distributor dan kios harus punya stok untuk menunggu masa tanam dan laku terjual. Ini berkaitan dengan periode penyimpanan stok. Ini untuk mencegah agar jangan sampai para pedagang tidak menjadi permainan aparat," kata Zainal.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI), Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan langkah tegas pemerintah diperlukan untuk memastikan kelancaran distribusi pupuk.

Qomar mengatakan yang dibutuhkan petani ialah kemudahan akses dan kontrol ketat dari negara. Kalaupun sistemnya diubah, tetapi pengawasan lemah maka hasilnya sama saja. Dia tak sepakat dengan skema penyaluran subsidi pupuk yang berlangsung saat ini meskipun syaratnya dipermudah.

"Menurut kami, yang akan lebih tepat sasaran, kalau menggunakan pendekatan subsidi pupuk," ungkapnya.

Dari skema yang ditawarkan Qomar itu subsidi langsung diberikan ke petani dalam bentuk tunai, kemudian diberikan kebebasan pada petani untuk memilih menggunakan pupuk sesuai kebutuhan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top