Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesultanan Siak

Istana Siak, Jejak Kebesaran Kesultanan Riau di Masa Lalu

Foto : antara/ FB Anggoro
A   A   A   Pengaturan Font

Di tepi aliran Sungai Siak masih berdiri dengan megah Istana Siak Sri Indrapura yang memiliki corak desain Melayu, Arab, dan Eropa. Bangunan berwarna kuning ini memamerkan berbagai peninggalan masa kejayaan kerajaan.

Siak merupakan salah satu kerajaan yang pernah berkuasa di Riau. Bernama Kesultanan Siak Sri Indrapura, kerajaan ini didirikan pada 1723 Masehi oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, putera Raja Johor bernama Sultan Mahmud Syah, dengan istrinya Encik Pong, dengan pusat kerajaan Siak berada di Buantan.

Konon nama Siak berasal dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di sekitar kerajaan. Nama ini juga menjadi nama sungai yang alirannya melewati depan istana dan berhulu di Kabupaten Rokan Hulu serta bermuara di Selat Malaka.

Sebelum Kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Orang yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan diangkat oleh Sultan Johor. Namun sudah hampir 100 tahun, wilayah ini tidak ada yang memerintah hanya diawasi oleh syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil hutan dan hasil laut.

Pada awal 1699, Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat karena dibunuh Magat Sri Rama. Istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke Singapura, lalu diteruskan menuju ke Jambi.

Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah.

Setelah Raja Kecik dewasa, ia berhasil merebut kembali takhta Johor pada 1717. Tetapi pada 1722, Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman, ipar dari Raja Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Untuk merebut wilayah tersebut ia Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis.

Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada kedua belah pihak. Akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri dari wilayah yang diperebutkan. Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan.

Selanjutnya Raja Kecik mendirikan negeri baru di pinggir di Sungai Buantan, sebuah anak Sungai Siak. Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari Kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura.

Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864), pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura. Kerajaan kemudian menetap di sini sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir yaitu Sultan Syarif Kasim II.

Pada masa pemerintahan sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah pada tahun 1889-1908, pembangunan Istana Siak yang megah itu dimulai. Istana ini diberi nama Istana Asserayah Hasyimiah yang dibangun pada tahun 1889.

Ketika masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini, Siak mengalami kemajuan terutama dibidang ekonomi. Dan masa itu pula Sultan Syarif Hasyim berkesempatan melawat ke Eropa yaitu Jerman dan Belanda. Hal ini terlihat dari koleksi benda-benda yang tersimpan di istana yang sekarang menjadi museum.

Cagar Budaya

Istana Siak Sri Indrapura yang terbuka untuk umum bisa dikunjungi untuk melihat kejayaan Melayu Islam. Alamatnya saat ini berada di Jalan Sultan Syarif Kasim, Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Dari Ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru, jaraknya cukup jauh, mencapai 110,7 kilometer melewati Jalan Buatan - Siak. Waktu tempuh menuju istana dengan nama lain Istana Asserayah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur adalah 2 jam 32 menit ke arah timur laut dari kota tersebut.

Istana Siak yang saat ini berstatus sebagai cagar budaya yang ditetapkan pada 3 Maret berdiri di atas lahan seluas 3,2 hektare. Di sebelah kanan ada Istana Peraduan yang menjadi mas kawin Sultan Syarif Kasim II dengan Permaisuri Tengku Syarifah Latifah. Bangunannya berwarna putih dengan atap limas dengan atap berwarna merah.

Bangunan utama sendiri berwarna berwarna kuning air melambangkan kebesaran dan kejayaan Siak yang berada di Kabupaten Siak yang memiliki julukan "Kota Matahari Timur". Desainnya yang mengambil perpaduan antara corak Melayu, Arab, dan Eropa, terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela.

Para pengunjung museum diperkenankan masuk hingga ke dalam istana untuk melihat-lihat peninggalan kerajaan. Di lobi utama buat diorama, berupa singgasana kerajaan dengan beberapa manekin atau patung peraga yang menggambarkan pertemuan Sultan Siak dengan para bawahannya. Boneka-boneka ini mengenakan pakaian berupa celana panjang, sarung, baju hitam, dan ikat kepala khas adat Riau

Di istana juga dipamerkan replikasi mahkota raja yang dibuat semasa pemerintahan Sultan Siak ke-10 yaitu Assyaidis Syarif Kasim Syaifuddin (Syarif Kasim I). Meski tiruan, mahkota ini berlapis emas dan bertaburkan permata. Disebutkan bahwa mahkota asli dari replika ini berada di Museum Nasional Jakarta.

Ada juga cermin milik permaisuri Tengku Agung. Cermin ini merupakan salah satu koleksi istana yang menjadi favorit wisatawan. Untuk bercermin disarankan untuk membasuh muka di air perigi (sumur) belakang Istana sambil bersalawat terlebih dahulu.

Setelah bercermin, dipercaya wajah akan menyalakan aura kecantikan dan berseri layaknya seorang permaisuri. Selain itu cermin ini dipercaya dapat membuat mereka yang bercermin menjadi awet muda. Menurut riwayatnya cermin ini terbuat dari kristal berdesain mewah yang dibeli Sultan Siak XI yaitu Sultan Syarif Hasyim saat berkunjung ke Eropa sebagai hadiah untuk pemaisurinya.

Ditampilkan juga juga kursi raja berwarna emas ditampilkan di dalam sebuah lemari kaca. Rangka kursi yang berbahan kuningan dipenuhi dengan ukiran. Dalam sejarahnya kursi ini pernah hilang sebelum dikonservasi kembali oleh Museum Nasional Jakarta.

Di dalam istana juga terdapat meja makan panjang dan lebar. Meja ini dilengkapi dengan 10 kursi dengan kerangka dari kayu dengan jok berwarna merah. Kursi ini berguna untuk menjamu para tamu Sultan yang hadir di kerajaan.

Ada juga kursi makan permaisuri raja yang dilengkapi dengan kursi kristal buatan Cekoslovakia. Untuk penerangan, ruangan ini di atasnya meja terpasang lampu kristal di atasnya, dengan bahan bakar dari minyak kelapa.

Alat musik Komet buatan Jerman bertahun 1890-an juga tersimpan di istana ini. Alat yang hanya ada dua di dunia, satu berada di Jerman dibawa langsung oleh Sultan Hasyim dalam lawatan ke Eropa. Dengan dimensi ukuran 1 x 1 x 3 meter, alat ini sejenis fonograf dengan piringannya berupa lempengan baja berdiameter 1 meter.

Fonograf adalah mesin yang berguna untuk merekam suara. Suara disimpan setelah ditangkap oleh silinder. Bagian bawah tempat disimpannya lempengan baja yang berisi lagu-lagu dari komponis terkenal.

Alat musik Komet terdiri jadi dua bagian, atas dan bawah. Bagian atas yang berdinding kaca sebagai tempat diputarnya fonograf. Bagian bawah alat musik Komet, berisi lempengan baja dengan titik-titik timbul.

Letaknya di tengah ruang bagian belakang yang berjumlah 10 unit dengan meja panjangnya satu unit yang disediakan pada masa kesultanan Sultan Syarif Hasyim untuk menjamu tamu-tamu kerajaan yang datang.

Kesultanan Siak memiliki lambang dan bendera kerajaan. Bendera berwarna kuning keemasan, di tengah terdapat lambang kerajaan bermotif kepala naga dan diatasnya terdapat tulisan kaligrafi bertuliskan Allah serta Muhammad.

Misteri Istana Siak menyimpan cerita menarik tentang brankas istana yang besarnya 1 x 2 x 1 meter. Pada saat itu kepala rumah tangga istananya bernama Wak Molan (1889-1945) adalah orang kepercayaan Sultan Syarif Kasim II dan yang memegang kunci brankas.

Sepanjang hidup, Wak Molan tidak pernah menceritakan kepada siapa pun, termasuk istri dan anak-anak, tentang apa isi brankas. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu apa isi brankas dan tidak ada yang bisa membukanya.

Peninggalan lainya adalah patung kepala Ratu Belanda Wilhelmina, beberapa alat makan kerajaan berupa piring, cangkir, dan teko buatan Tiongkok dan masih banyak lagi. Benda-benda ini dapat dilihat di Istana Siak dengan membayar tiket sebesar 5.000 rupiah untuk anak-anak dan 10.000 rupiah untuk dewasa. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top