Investor Khawatirkan RI Jadi Sasaran Trump Setelah Gabung BRICS
Profesor Ekonomi Bisnis dari Univeritas Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat mengatakan, Pemerintah perlu memahami dan mengantisipasi karakter dari Trump yang selalu menjaga jarak politik dan ekonomi kepada negara negara yang bukan sekutu politiknya
Foto: istimewaJAKARTA-Masuknya Indonesia menjadi anggota Blok Ekonomi, BRICS dikhawatirkan membuka dinamika baru di pasar global. Produk produk RI yang masuk AS bakal dikenai tarif tinggi oleh Presiden Terpilih AS, Donald Trump. Indonesia bakal tak lagi memperoleh keringanan lagi dari AS seperti fasilitas GSP.
Profesor Ekonomi Bisnis dari Univeritas Atma Jaya Jakarta, Rosdiana Sijabat mengatakan, Pemerintah perlu memahami dan mengantisipasi karakter dari pemerintah Presiden AS terpilih Donald Trump yang selalu menjaga jarak politik dan ekonomi kepada negara negara yang dianggap bukan sekutu politiknya seperti Russia dan Tiongkok, sehingga bisa saja keputusan bergabung ke BRICS akan berimbas ke Indonesia.
Dalam pandangan AS, Indonesia salah satu negara yang memiliki hubungan dagang atau ekonomi yang cukup besar selama ini. Ketika memutuskan menjadi anggota BRICS, maka itu dianggap Indonesia lebih memilih untuk me-manfaatkan peluang ekonomi politik dari keberadaan BRICS.
“Itu yang dikhawatirkan oleh investor bahwa AS akan membuat jarak- jarak ekonomi yang tidak menguntungkan bagi Indonesia, misalkan kita tidak lagi mungkin mendapatkan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yaitu pembebasan tarif khusus yang diberikan AS untuk negara- negara tertentu termasuk Indonesia,” kata Rosdiana, Kamis (9/1)
Kemudian, ini tentu akan berdampak ke hal hal lain seperti yang dilakukan AS terhadap Meksiko, dengan menaikkan tarif sangat tinggi untuk produk-produk otomotif yang diperdagangkan di AS kalau dia berasal dari pabrikan
yang berada di Meksiko akan terkena bea masuk yang cukup besar 200 persen, padahal sekitar 20 persen produk otomotif yang diperdagangkan di AS adalah hasil pabrikan dari Meksiko.
“Kalau dilihat saat ini, kita mendapatkan fasilitas GSP dari AS, terutama untuk ekspor produk-produk kimia, pakaian jadi, alas kaki, mesin, peralatan dan lain lain, tetapi sebenarnya ini tidak terlalu besar sekitar 20 persen dari nilai perdagangan Indonesia dengan AS,” katanya.
Hal yang perlu jugabdipertimbangkan adalah kebijakan ekonomi Trump yang sangat proteksionis. Apalagi, dia sudah mengatakan kalau anggota BRICS merelokasi investasi dalam
bentuk pabrik maka Trump akan mengenakan tarif 200 persen untuk negara-negara yang menarik diri dari AS dan ketika negara negara itu datang mengekspor produk ke AS maka akan terkena tarif besar.
Sementara itu, peneliti Ekonomi Celios Nailul Huda mengatakan, Rupiah nampaknya sedang membentuk titik equilibrium baru seiring dengan penguatan ekonomi AS setelah Trump terpilih.
“BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan negara adidaya lainnya, yaitu AS. Salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi,” tutupnya.
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
Berita Terkini
- Integrasikan Teknologi AI dalam Prosesornya, AMD Indonesia Dukung Industri Kreatif
- Guru Besar UGM Sebut HMPV Tidak Berpotensi Jadi Pandemi, Ini Alasannya
- 61.000 Orang Terluka Akibat Gempa 6,8 M Guncang Tibet
- Mentawai Selaraskan Literasi Anak dan Pelestarian Budaya
- Kunjungan ke Museum NTT Selama 2024 didominasi oleh Pelajar