Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemulihan Ekonomi l Pada Triwulan II-2020, Realisasi PMA Turun 8,1% Secara Tahunan

Investasi Sulit Jadi Tumpuan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Investasi asing (PMA) dinilai sulit menjadi tumpuan untuk mendongkrak ekonomi di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini. Praktis, mesin pertumbuhan ekonomi saat ini hanya mengandalkan konsumsi domestik meskipun daya beli masyarakat melemah.

"Setiap negara ingin agar penanaman modalnya ada di negara dia sendiri dulu, jangan ke negara lain," kata pengamat ekonomi, Abdul Manap Pulungan diskusi daring di Jakarta, Kamis.

Sejumlah negara bahkan memberikan stimulus yang jorjoran bagi pengusahanya untuk kembali dan merealisasikannya di negara asal.
Kondisi tersebut juga terekam dalam data penanaman modal di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang pada triwulan II 2020 tercatat realisasi penanaman modal asing (PMA) turun 8,1 persen dari periode yang sama tahun lalu. Sementara, investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada semester I 2020 tercatat masih tumbuh 13,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Abdul, penurunan PMA mengkhawatirkan. Pasalnya, PMA dibutuhkan sebagai pemasok likuiditas dalam bentuk valas untuk pembiayaan impor dan aktivitas pembayaran utang pemerintah. "Serta, digunakan bank sentral untuk mengintervensi pasar saat terjadi depresiasi rupiah yang sangat signifikan," imbuhnya.

Abdul menambahkan Indonesia juga masih berkutat hal-hal fundamental untuk memperbaiki daya saing seperti masalah institusi, infrastruktur, keterampilan, hingga tenaga kerja yang sudah diselesaikan negara lain.

Demikian pula, ranking ease of doing business (EoDB) Indonesia yang masih stagnan di posisi 73 dalam dua tahun berturut-turut. "Indikator-indikator inilah yang menyebabkan ekonomi kita belum bisa menarik realisasi investasi yang besar di tengah kebutuhan untuk menstimulasi ekonomi nasional," katanya.

Tren Kontraksi


Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan perekonomian nasional berada dalam tren kontraksi atau tumbuh negatif hingga akhir tahun ini. Sebab, pemulihan ekonomi saat ini terlihat masih cukup rapuh.

"Prediksi kita menunjukkan di kuartal (triwulan) III kita mungkin masih mengalami negatif growth dan bahkan mungkin kuartal IV juga masih dalam zona sedikit di bawah netral," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Rabu pekan ini.

Sri Mulyani menjelaskan kuartal III berpotensi mengalami kontraksi karena pemulihan aktivitas perekonomian yang mulai terjadi masih sangat rapuh. Dia menyebutkan mobilitas aktivitas masyarakat sempat mengalami peningkatan mulai Mei hingga Juni dengan harapan konsumsi mulai pulih secara bertahap.

Di sisi lain, dia menuturkan indeks ekspektasi dari Juni ke Juli mengalami flat sehingga momentum mulai terjadinya pemulihan harus benar-benar dijaga. "Memang ada pembalikan yang cukup meyakinkan dari Mei tapi momentum tersebut tidak harus taken for granted," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, Sri Mulyani menyatakan pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi untuk 2020 adalah antara minus 1,1 persen hingga 0,2 persen. Dia menjelaskan asumsi perekonomian mampu tumbuh 0,2 persen didasarkan pada kuartal III dan IV dapat mengalami pemulihan sehingga menjadi kompensasi atas kontraksi yang terjadi pada kuartal II.

uyo/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Djati Waluyo, Antara

Komentar

Komentar
()

Top