Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Harga | Stabilitas Harga Bisa Terjadi jika Pemerintah Jamin Ketersediaan Barang di Pasar

Intervensi Pemerintah Masih Minim

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok, seperti cabai dan telur dalam beberapa waktu terakhir sangat tak wajar. Lemahnya intervensi pemerintah dinilai menguntungkan kelompok middle man atau para tengkulak dengan menaikan harga bahan pokok (bapok) menjelang pergantian tahun.

Padahal, stok bahan pokok strategis tersebut tidak banyak di tingkat petani. Namun, stok tersebut justru banyak menumpuk di tingkat pedagang menjelang momen pergantian tahun yang menjadi salah satu periode tingginya konsumsi masyarakat.

"Pada umumnya, produk-produk tersebut sudah gak ada di petani dan peternak lagi. Yang untung ya middle man atau makelar (perantara). Kasihan peternak dan petaninya," ujar peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, pada Koran Jakarta, Minggu (2/1).

Awan menjelaskan kenaikan harga bapok secara drastis tersebut selalu berulang setiap tahun. Kondisi tersebut dipengaruhi mekanisme pasar secara alamiah dan penguasaan pemodal besar di tingkat distribusi. Selain itu, koperasi rakyat belum sepenuhnya mampu membangun kebersatuan di antara produsen (petani/ peternak), pedagang pasar, dan konsumen (buruh/ masyarakat).

Menurutnya, koperasi multipihak tersebut seharusnya dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani/peternak dan memperkuat daya beli buruh/ masyarakat. Dengan begitu, harga yang dikontrol secara kolektif oleh para pihak tertentu akan memberikan manfaat terbaik bagi semuanya.

"Pemerintah perlu mendorong upaya peningkatan kontrol masyarakat atas pangan melalui koperasi multipihak ini," ucapnya.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan kenaikan harga bapok secara drastis terjadi karena pemerintah lambat mengintervensi pasar. Stabilitas harga, kata dia, bisa terjadi apabila pemerintah menjamin ketersediaan barang di pasar.

RI, papar dia, perlu belajar dari Belanda dalam manajemen stok dan distribusi barang. Cara itu sangat penting dalam pengendalian harga. "Beda dengan RI, saat panen harga anjlok. Pada saat paceklik dan menjelang Lebaran, dan harga besar lainnya harga selalu melambung. Ada juga masalah distribusi, yang mana pemerintah kurang mencengkeram terhadap distributor yang nakal," jelas Esther.

Teknologi Pascapanen

Selain itu, lanjutnya, Belanda mengoptimalkan penggunaan teknologi pascapanen untuk menjaga agar komoditas awet dan selalu tersedia sepanjang tahun. Pemerintah Belanda juga sangat tegas dalam stabilisasi harga.

Menurutnya, hal itu tidak ada di Indonesia. Pemerintah, lanjutnya, cenderung lets market talk atau menyerahkan penentuan harga ke mekanisme pasar.

"Intervensi pemerintah dalam stabilisasi harga sangat minim. Seharusnya pemerintah melakukan intervensi, sehingga tidak ada yang berani menaikkkan harga seenak sendiri. Manajemen stok juga kacau karena tidak ada integrasi data antarlembaga pemerintah terkait ketersediaan komoditas di pasar," tegas Esther.

Seperti diketahui, selama sebulan terakhir, harga cabai, telur dan sejumlah bapok melonjak. Harga cabai, misalnya, saat ini naik sampai 130 persen dari sebulan lalu, begitu juga telur dengan kenaikan di atas 50 persen.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara, Kadma Wijaya, menjelaskan lonjakan harga telur ayam ras dipicu peningkatan permintaan, baik secara individu, maupun tempat-tempat hiburan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top