Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilisasi Nilai Tukar - Selama 4 Hari, BI Kucurkan Rp11,9 Triliun untuk Intervensi Pasar Keuangan

Intervensi BI Tak Efektif Atasi Rupiah

Foto : ANTARA/Reno Esnir
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Upaya stabilisasi mata uang oleh Bank Indonesia (BI) melalui intervensi pasar uang tak mampu menekan kejatuhan nilai tukar rupiah. Meskipun BI telah menyuntikkan dana sebesar 11,9 triliun rupiah untuk membeli kembali Surat Berharga Negara (SBN), langkah tersebut ternyata tak mampu menghentikan laju depresiasi rupiah yang kini nyaris menyentuh 15.000 rupiah per dollar AS.

BI memerincu buyback SBN itu terhitung sejak Kamis (30/8) sebesar 3 triliun rupiah, Jumat (31/8) mencapai 4,1 triliun rupiah, Senin (3/9) sebesar 3 triliun rupiah dan Selasa (4/9) sebesar 1,8 triliun rupiah. "Kamis dan Jumat pekan lalu maupun Senin dan Selasa kemarin, kami beli SBN," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (5/9).

Operasi di pasar SBN merupakan bagian dari intervensi BI ketika nilai tukar rupiah sudah jauh dari level fundamentalnya. Bank Sentral juga melakukan intervensi di pasar valas dengan memastikan pasokan valas tersedia. "Kami fokus saat ini untuk stabilisasi," ujar Perry menegaskan.

Selain operasi pasar, Bank Sentral mengaku sudah berkomunikasi dengan dunia usaha untuk lebih banyak menaruh dana hasil ekspornya di dalam negeri dan juga tidak memborong dolar AS berdasarkan spekulasi. Pembelian valas, ujar Perry, diharapkan sesuai dengan kebutuhan.

Karena itu, BI juga mengupayakan penurunan biaya untuk barter valas dan juga barter untuk keperluan lindung nilai agar korporasi tidak melakukan pembelian valas dalam jumlah besar di sekali waktu.

Sayangnya, upaya BI tersebut belum mampu menghentikan kejatuhan rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah kemarin sore, masih dibayangi tekanan dengan bergerak ke posisi 14.922 rupiah per dollar AS. Bahkan, secara tahun berjalan, sejak awal Januari 2018 hingga saat ini, rupiah sudah melemah 8,2 persen.

Perketat Pengawasan

Di kesempatan berbeda, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengintensifkan pengawasan transaksi valutas asing (valas) di perbankan. Langkah itu dimaksudkan untuk mencegah aksi spekulasi yang menjadi salah satu penyebab jatuhnya nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir.

"Pengawasan yang ketat dan intensif umemastikan transaksi valas dilakukan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan underlying (dokumen bukti)," kata Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot di Jakarta, Rabu (5/9). Langkah OJK ini diambil menyusul pergerakan nilai tukar rupiah yang sudah jatuh terlalu dalam. Bahkan, posisi kurs rupiah di pasar spot kemarin nyaris menyentuh level 15.000 rupiah per dollar AS.

Selain OJK, regulator di bidang moneter, Bank Indonesia (BI) juga memastikan akan mengawasi transaksi pembelian valas, khususnya pembelian yang hanya berdasarkan spekulasi dan tidak disertai dokumen jaminan (underlying).

BI sudah mengatur syarat dokumen bukti (underlying) kebutuhan valas untuk pembelian valas dalam jumlah tertentu, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. "BI punya ketentuan pembelian dolar AS itu harus ada underlying-nya.

Kita harus membedakan antara pembelian yang sesuai kebutuhan dan memiliki underlying (dokumen bukti) dengan pembelian yang lain," kata Perry. BI dan OJK sudah mengawasi aksi pembelian valas dalam jumlah besar ke perbankan sebelum timbul sentimen negatif akibat gejolak perekonomian di Turki dan Argentina. Hasil pengawasan saat itu, semua pembelian valas disertakan underlying.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top