
Inovasi Hijau! Desa Kelua di Kalsel Sukses Terapkan Sistem Padi Apung
Arsip - Contoh pengembangan sistem padi apung di Desa Ampukung, Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.
Foto: ANTARA/Herlina LasmiantiTABALONG - Padi apung adalah teknologi inovatif dalam pertanian yang memungkinkan padi tumbuh di lahan tergenang air, seperti rawa, sungai, atau daerah yang sering mengalami banjir. Sistem ini mengadaptasi metode budidaya padi dengan menggunakan rakit apung atau varietas padi yang mampu bertahan di kondisi air tinggi.
Inovasi padi apung menjadi solusi cerdas untuk pertanian di lahan rawa dan daerah rawan banjir. Dengan pengembangan lebih lanjut, metode ini bisa menjadi masa depan ketahanan pangan di berbagai wilayah yang terdampak perubahan iklim.
Pemerintah Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan mengungkapkan tiga desa di Kecamatan Kelua menjadi percontohan pengembangan sistem padi apung untuk mengoptimalkan lahan lebak di wilayah tersebut.
Kepala Seksi Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan Perikanan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DKPPTPH) Kabupaten Tabalong Budi Santoso mengatakan uji coba sistem padi apung dimulai di Desa Ampukung dan Desa Hapalah sejak 2024.
"Tahun ini pengembangan sistem padi apung di Desa Masintan dan sebelumnya diterapkan di Desa Ampukung serta Desa Hapalah Kecamatan Kelua," kata Budi di Tabalong, Jumat (14/3).
Bantuan sistem padi apung di Desa Masintan mencakup 250 styrofoam, pot dan benih padi varietas inpari nutri zinc yang bersumber dari dana APBD Kabupaten Tabalong.
Sedangkan pengembangan padi apung di Desa Ampukung mendapat dukungan dari Bank Indonesia berupa bantuan penunjang mencapai 1.700 styrofoam untuk 31 lubang tanam, 35.000 pot hingga berbagai penunjang lainnya.
Budi menuturkan Desa Masintan menggunakan dana APBD Kabupaten Tabalong 2024 sebanyak 50 styrofoam dengan varietas padi yang sama.
"Untuk uji coba periode 2024 diperkirakan panen pada April 2025," tutur Budi.
Ia mengakui sistem padi apung menjadi alternatif pemanfaatan lahan Lebak namun biaya yang dibutuhkan untuk penanaman cukup besar dibanding lahan sawah karena dari segi biaya sistem padi apung memang cukup tinggi. Diperkirakan dalam satu hektare bisa mencapai ratusan juta untuk pembelian bahan penunjang.
Karena itu untuk pengembangan sistem padi apung perlu mendapat dukungan pihak ketiga untuk mengurangi beban biaya yang ditanggung kelompok tani.
Pengembangan sistem padi apung pernah dilaksanakan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan varietas padi Mekongga, yang memiliki potensi produksi tinggi.
Dalam satu pot, padi Mekongga menghasilkan sekitar 20 anakan dengan ubinan 1,3 meter persegi yang dinilai berpotensi menghasilkan lebih dari 6 ton padi per hektare.
Berita Trending
- 1 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan
- 2 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 3 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 4 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
- 5 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
Berita Terkini
-
Menhub dan Seskab Pastikan Stasiun KA Gambir Siap Hadapi Arus Mudik Lebaran
-
Pengamat: 47 Pasal Perubahan di RUU Polri Bisa Membuat Polisi Sangat Berkuasa, RUU TNI hanya dengan 3 Pasal Perubahan
-
Lee Si Young, Bintang Serial "Sweet Home" Ajukan Cerai Suami
-
Setelah Rapat Tertutup d Hotel, Panja RUU TNI Lanjutkan Pembahasan di Gedung DPR Hari Ini
-
Perkuat Fundamental Keuangan, Perusahaan Farmasi Medela Potentia Melantai di Bursa